Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Garuda Biru, Lambang Darurat Hukum?

22 Agustus 2024   11:16 Diperbarui: 22 Agustus 2024   11:22 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
peringatan darurat|via https://www.ntvnews.id

Burung garuda dengan latar biru menjadi trending topic. Pesan dalam frasa peringatan darurat Indonesia telah mencapai 200k pencarian di sebuah kolom raksasa Google. 

Indonesia memang tidak sedang sehat-sehat saja. Aturan dan kebijakan memihak pada yang diuntungkan dan menebas kaum bawah. Rakyat kian tersiksa karena ulah keserakahan pemimpin. 

Utang Indonesia berpotensi menembus angka 10 Kuadriliun di 2025. Apakah ini sebuah ancaman atau pertanda bahwa negara sedang tidak baik-baik saja?

Perombakan kabinet dan perubahan aturan berkaitan dengan Pilkada menimbulkan tanda tanya besar. Banyak aturan yang tidak masuk akal dan banyak posisi penting diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten.

Sumber Google trending|via screenshoot https://trends.google.com/trends
Sumber Google trending|via screenshoot https://trends.google.com/trends

Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) segera berlangsung. Para bakal calon gubernur mulai menampakkan diri pada publik. Foto-foto berserakan di jalanan dengan slogan merakyat.

Calon-calon berpotensi sulit masuk dalam bursa calon. Partai-partai banyak yang berpindah haluan demi merebut kursi 'panas'. Idealisme ditanggalkan beserta atribut kerakyatan yang sudah lama dipikul. 

Politik tidak seperti dulu. Lawan bisa menjadi kawan demi sebuah jabatan. Ah, rakyat sulit menggunakan akal sehat untuk memilih orang yang dipercaya mampu merubah keadaan.

Toh, ketika terpilih nanti, mereka lupa daratan. Sebelum terpilih 'mengemis' dengan segala program berkeadilan dan berkerakyatan, lantas ketika terpilih amplop-amplop tebal itu hilang tak berbekas. 

Begitulah kenyataannya. Suara rakyat dihargai dengan seliter minyak makan atau mungkin sepaket sembako. Ada juga yang rajin mendekati rakyat dengan berbagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun