Beberapa saat yang lalu beberapa media menyorot perlakuan aneh yang diterima anggota Paskibraka. Republika menulis fakta mengejutkan tentang 'pemaksaan' buka jilbab bagi 18 anggota Paskibra.
Pelepasan jilbab bukan hanya tidak mampu dicerna akal, tapi juga menunjukkan sikap intoleran pelakunya. Kita sedang tidak di Prancis ketika ini terjadi.
Bagi masyarakat Aceh, jilbab adalah sebuah simbol ketaatan. Mengajak untuk melepas jilbab bagi seorang muslimah tentu tindakan tidak terpuji. Apalagi mempertontonkan tindakan tidak manusiawi ini di depan publik.
Apapun dalih yang digunakan pemerintah, sungguh ini tidak mencerminkan tujuan baik. Â lucunya lagi, ratusan seminar moderasi beragama telah lama digaungkan dengan menghabiskan anggaran negara.
Lalu, apakah ini hasil seminar tersebut?
Saya sangat terkejut ketika membaca berita ini. Bagaimana mungkin muslimah diminta melepas jilbab hanya untuk acara upacara sedangkan koruptor terus saja dibiarkan menghabiskan uang negara.
Larangan berhijab saat ritual kenegaraan sulit diterima. Jikapun dipaksakan untuk masuk akal, hanya orang gila yang bisa berpikir jernih.
Bukankah banyak atlit perempuan yang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Indonesia seharusnya berbangga dengan torehan prestasi muslimah selama bertahun-tahun.
Pasukan paskibra yang bertugas berasal dari provinsi berbeda dengan latar belakang agama berbeda pula. Memaksakan kebersamaan dengan memaksa melepas ketaatan sebentar adalah perilaku orang tidak beradab.
Seharusnya pasukan Paskibraka diperlakukan dengan sangat baik. Termasuk menghormati keyakinan beragama setiap orang tanpa memaksakan kehendak pribadi.
Kalau memang mau menaikkan bendera, ya naikkan saja. Jangan merusak keyakinan orang lain dengan membisikkan aturan yang tidak relevan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H