Penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar menjadi isu bola panas. Kementerian Kesehatan, melalui dr. Mohammad Syahril Sp. P, MPH, menuturkan jika alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, hanya untuk mereka yang sudah menikah.
Â
"Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan," kata dr. Syahril di Jakarta (5/8).
Â
Peraturan Pemerintah (PP) ini termuat resmi pada nomor 28 Tahun 2024 mengatur layanan kesehatan, termasuk upaya mencegah penyakit. Tujuan penyediaan alat kontrasepsi dimaksudkan untuk mencegah penyebaran penyakit berbahaya pada remaja.
Kalau memang benar sebagaimana penuturan pemerintah, kenapa targetnya adalah remaja?
Fenomena Open BO
Fenomena open BO (booking out/booking online) semakin kentara dewasa ini. Dalam beberapa kasus, remaja putri usia sekolah menjadi pemeran utama.
Kasus demi kasus yang melibatkan pelajar selayaknya diusut tuntas. Apa motif dan dorongan pelajar hingga rela menelantarkan marwah dan harga diri mereka.
Praktik prostitusi jalur halus yang dibungkus istilah Open BO tentu tidak boleh didiamkan. Cepat atau lambat, pergaulan bebas di kalangan remaja mendekati gaya hidup barat.
Latar belakang ekonomi bukanlah pendorong. Gaya hidup dan tren pola hidup membuat remaja keluar dari zona aman untuk menuju zona terlarang.
Alhasil, fenomena Open BO tidak lagi sekedar melekat pada prostitusi sistem konvensional. Fenomena ini menunjukkan betapa pergaulan bebas remaja sudah memasuki fase keblablasan.
Hilangnya rasa malu erat kaitan dengan munculnya fenomena open BO. Remaja putri boleh jadi tidak menempatkan rasa malu sebagai marwah menjaga harga diri. Â
Uniknya lagi, fenomena open BO mudah merebak melalui media sosial. Para remaja bisa lebih bebas menutupi kebrobrokan moral di balik akun media sosial.