Saya sering memperhatikan kebiasaan anak-anak di sekolah. Ketika menjemput anak, dua tempat yang paling menarik untuk diobservasi. Pertama, kantin sekolah dan satunya lagi pustaka sekolah.
Kedua tempat ini sama-sama penting. Satu sebagai media mengenyangkan perut, sementara satunya lagi adalah tempat membentuk pola pikir.Â
Uniknya, hampir 90% siswa dan siswi di sekolah lebih tertarik mengisi perut ketimbang mengecas isi kepala. Padahal, mengenyangkan perut tidak otomatis membuat mereka belajar lebih baik.Â
Daya tarik makanan dan minuman di kantin sekolah memang luar biasa. Siswa mana yang sanggup menahan ketika perut sedang kosong. Apalagi dorongan untuk menghabiskan uang jajan lebih duluan menghantui pikiran sebelum waktu istirahat.
Dari pengamatan sederhana ini, saya mengambil satu kesimpulan. Minat siswa untuk membaca masih sangat kurang di sekolah tingkat dasar/ madrasah ibtidaiyah.Â
Peran Orang Tua
Kalau berharap pada sekolah rasanya hampir mustahil anak-anak membangun kebiasaan membaca. Untuk itu, peran orang tua mutlak dibutuhkan setiap anak.
Dari pengalaman saya pribadi, anak baru tergerak untuk membaca jika orang tua terlebih dahulu memperlihatkan kebiasaan membaca.Â
Manakala ayah dan ibu mencontohkan aktivitas membaca, maka besar kemungkinan anak akan mewarisi sifat yang sama. Seorang ibu bisa membacakan buku pada anak mulai umur satu bulan.Â
Tentunya dengan buku bergambar penuh warna. Anak yang sering dibacakan buku bakal memiliki pembendaharaan kata lebih banyak. Sekedar membacakan buku sebelum tidur atau saat menyusui memberi kesan positif pada anak.
Bagaimana dengan peran ayah?