Pagi ini Pertamina mengadakan event lari 5k dan 10k. Saya bergabung di katagori 10k. Ini lomba lari pertama kali yang saya ikuti secara offline. Menurut panitia ada dua ribu peserta yang mengikuti Pertamina Run di Aceh.
Lomba dimulai jam 6:45 pagi. Sedikit terlambat dari pengumuman awal dari panitia. Saya berdiri di baris ke empat dari pelari 10k, sementara katagori 5k dimulai 15 menit setelahnya.Â
Pelari elit berada di baris pertama. Sepertinya mereka mengejar target. Baru satu menit dimulai, mereka sudah hilang dari pandangan mata. Saya konsisten dengan pace 5 dan 6 seperti kebiasaan harian saat latihan.Â
Rute lari melewati kawasan kota Banda Aceh dan pinggir pelabuhan. Kebanyakan peserta yang sudah terbiasa lari melangkah cepat di depan. Terlihat juga partisipan yang cuma sekedar meramaikan acara dengan berlari di awal, lalu berjalan santai.
Di jarak 1-3 kilometer, saya sulit menjaga ritme jantung (heart beat) yang sudah menunjukkan angka 170 an. Padahal, untuk bisa berlari di pace yang sama, ritme jantung harus dijaga di angka 160 an.Â
Untung saja setelah menempuh jarak 3 kilometer ritme jantung mulai stabil. Saya tidak terpacu untuk mengejar pelari yang melangkah cepat puluhan meter di depan.Â
Saya melihat perbedaan mendasar antara lari sebagai sesi latihan sendiri dan lari bersama. Setidaknya, saya berhasil menjaga pace lari pada angka yang cukup signifikan mengikuti ritme jantung.Â
Banyak pelari yang tergoda untuk memacu langkah lebih cepat, namun harus berhenti karena terlalu lelah di pertengahan. Ritme jantung tinggi membuat tubuh membutuhkan energi yang lebih banyak.
Setelah menempuh jarak 7.5 kilometer, saya mendapatkan puluhan peserta yang mulai berjalan. Hampir saja saya tergoda untuk berhenti, namun segera mengabaikan dan terus menjaga kestabilan pola lari.Â
Tidur yang cukup dan tidak makan sebelum lari membuat stamina terjaga. Mungkin bagi sebagian pelari hal ini tidak terlalu berpengaruh. Pada kenyataannya, saya melihat perbedaan cukup besar ketika memilih sarapan sebelum lari. Berlari dalam keadaan perut kosong jauh lebih efesien untuk performa lari jarak jauh.Â
Ada satu kalimat yang cukup menggelitik. Lari 5k, foto 5 Gb. Ah, ada benarnya juga! Hampir rata-rata peserta 5k antusias mengikuti event karena dua hal: pertama, mengumpulkan medali. Kedua, pamer foto.
Cukup beralasan memang! sesaat sesudah mendapatkan medali, sesi foto dimulai. Puluhan pelari begitu antusias mendokumentasikan medali yang baru didapat dari panitia. Lupakan lelah saat berlari 5k, lanjutkan foto 5 Gb. Hahahaha!
Karena ini kali pertama saya ikut lomba lari, suasana terkesan meriah. Namun, dari pengamatan saya, panitia terlihat kurang menguasai lapangan. Medali tidak dibagikan sesaat setelah pelari masuk ke garis finish, melainkan di tempat terpisah.Â
Mudah saja bagi orang lain untuk sekedar mengambil medali karena tidak dilakukan pengecekan. Lagipun, dengan puluhan pelaro datang bersamaan, siapa yang sanggup menverifikasi.
Kerumunan pelari 5k antri untuk mengambil medali. Cukup beruntung karena saya memilih 10k, jadinya tidak perlu berdiri lama untuk mendapatkan medali.Â
Seoranng teman hampir tidak memperoleh medali karena kehabisan. Akhirnya, panitia datang dengan stok lain. Alhasil, pembagian medali seperti pengambilan jatah hidup.
Dari event lari ini, saya belajar tentang tehnik berlari yang benar. Terkhusus pada katagori 10k, butuh latihan keras untuk mengatur pola lari untung menyeimbangkan tenaga dari awal lari sampai selesai.
Tim ambulance mengiringi pelari untuk antisipasi kejadian yang tidak diharapkan. Alhamdulilah, tidak ada yang sampai pingsan di jalan. Sayangnya, hanya terdapat satu meja yang membagikan air minum. Itupun ditempatkan di jarak 7.3k setelah kerongkongan kering.
Pihak panitia seharusnya menempatkan beberapa meja di beberapa titik lari agar semua pelari lebih mudah untuk mengakses minum. Sepengetahuan saya, setidaknya untuk 10k minimal terdapat 3 lokasi penempatan air minum.Â
Sesaat sesudah melewati garis akhir, beberapa dus minuman botol terletak di jalan. Siapa cepat dia dapat! pelari yang lebih dulu mencapai finish line beruntung untuk mengambil 1-2 botol air minum mineral. Sisanya, bersiap berjuang keras menunggu medali dalam keadaan haus.Â
Apapun itu, pengalaman lari 10k hari ini cukup mengesankan. Terlepas dari kekurangan pihak panitia mengorganisir event lari, semua berjalan sebagaimana yang diharapkan.Â
Sekurang-kurangnya, tim foto lebih siaga di beberapa titik lari sepanjang lomba berlangsung. Bahkan, mereka jauh lebih siaga mendokumentasikan setiap momen pelari.
Terimakasih pihak Pertamina yang sudah bekerja keras. Semoga kedepan event lari lebih baik lagi dengan komitmen panitia yang mempersiapkan semuanya secara terorganisir dari pendaftaran sampai acara selesai.Â
Sebenarnya, event seperti ini sebaiknya lebih sering diadakan sebagai usaha untuk mengenalkan pola hidup sehat. Lupakan medali atau sesi foto. Ada yang jauh lebih penting, yakni memperbanyak gerak di kalangan masyarakat.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H