Menurut data International Diabetes Foundation (IDF), kasus diabetes di Indonesia tahun 2021 tercatat berada di angka 19.1 juta. Dengan tren gaya hidup dewasa ini di kalangan remaja dan dewasa, kasus diabetes diprediksi terus melonjak.Â
Indonesia ada di urutan ke lima negara dengan pengidap diabetes terbanyak. Sementara Cina, India, Pakistan, dan Amerika berada di urutan 1-4.
Penyebab utama merebaknya kasus diabetes ada pada kebiasaan konsumsi minuman berpemanis di kalangan remaja dan orang dewasa. Gaya hidup santai dan malas bergerak memperparah kondisi kesehatan individu.
Batas gula darah normal berada di kisaran kurang dari 140 mg/dL. Jika angka sudah menyentuh 140-199 mg/dL, maka ini masuk katagori prediabetes, sedangkan hasil tes dengan kadar gula 200 mg/dL sudah mengacu pada penderita DM tipe 2.
Kalau tidak cepat ditanggulangi, kemungkinan besar banyak penduduk Indonesia yang terjangkit diabetes kedepannya. Bukan hanya itu, beban jaminan kesehatan juga semakin tinggi seiring tingginya permintaan cuci darah.Â
Membangun Kesadaran Hidup Sehat
Karena diabetes bisa datang kapan saja dan hinggap pada siapa saja, penting untuk memahami kadar gular darah masing-masing. Gula darah bisa diketahui dengan mengecek kadar gula pada laboratorium kesehatan.
Jika hasilnya masuk katagori prediabetes, maka sangat penting untuk mengobservasi dan menganalisa kembali gaya hidup. Pola makan dan minum yang baik sangat efektif untuk mengontrol kadar gula darah dalam tubuh.Â
Tanpa pemahaman yang baik tentang kesehatan, bukan mustahil diabetes mudah menyerang remaja usia di bawah 17 tahun. Banyak anak-anak yang sudah terjangkit diabetes dan baru menyadarinya ketika tubuh tidak lagi mampu mentolerir.Â
Hormon insulin yang terus menerus diproduksi karena konsumsi minuman kemasan berpemanis pada akhirnya membuat sistem organ terpuruk. Dalam hal ini, pankreas yang paling dirugikan.Â
Per 31 januari 2023, kasus diabetes pada anak naik 70 kali lipat (data Ikatan Dokter Indonesia). Maknanya, dari 100 ribu anak, ada dua anak yang terjangkit diabetes. Dibandingkan data tahun 2010, 0,028/100 ribu anak.Â
Jelas ini patut menjadi perhatian pemerintah pusat, daerah, dan pemerhati kesehatan. Tren diabetes pada anak yang terus naik adalah sebuah kasus yang sama sekali tidak boleh dianggap sederhana, apalagi diabaikan tanpa penanggulangan secara sistematis.Â
Anak membangun kebiasaan makan dan minum dari dalam rumah. Artinya, orang tua punya andil besar membesarkan anak dengan pola hidup buruk dan terjangkit diabetes di kemudian hari.Â
Sinergi kebijakan, aturan dan peran sekolahÂ
Begitupula pemerintah dengan segala kebijakannya. Penyebaran makanan dan minuman berpemanis harus dikontrol ketat. Pabrik-pabrik pembuat minuman berpermanis mesti diberi ultimatum dan diperketat aturan produksi.Â
Kesadaran hidup sehat perlu diusahakan secara kolektif. Dimulai dari ranah terkecil, yaitu keluarga. Kemudian disokong oleh aturan peredaran minuman berpemanis dengan kebijakan dari pusat, daerah sampai unsur terkecil masyarakat.Â
Khususnya bagi sekolah, kantin-kantin seharusnya tidak menfasilitasi minuman dengan kadar pemanis di dalamnya. Mereka yang berjualan pada lingkungan sekolah wajib mengikuti protokol kesehatan dari pihak sekolah.
Untuk itu, sebuah kerjasama mutlak dibutuhkan antar pemangku kebijakan di sekolah, pihak pemasok makanan dan minuman, serta peran aktif guru-guru sekolah.
Anak-anak mustahil membangun kesadaran sendiri. Tanpa peran guru yang membimbing dan memandu siswa memilah dan memilih makanan sehat, rantai konsumsi makanan dan minuman tidak sehat akan terus berlanjut.Â
Pun demikian, kerjasama yang solid antara orang tua dan guru sekolah menjadi kunci keberhasilan. Orang tua semestinya memulai gaya hidup sehat dari dalam rumah sebelum menuntut sekolah menfasilitasi makanan dan minuman sehat.
Kebijakan yang baik melahirkan aturan yang mudah dijalankan. Selanjutnya, aturan yang sudah terbentuk tinggal diaplikasikan melalui aparatur sekolah yang berwenang.
Batasi Gula dan Pemanis Buatan
Tidak mudah mengontrol asupan gula dalam tubuh. Jajajan serba manis memenuhi rak-rak supermarket. Diperparah lagi dengan minuman kemasan seribuan yang murah meriah dan paling disukai anak.Â
Banyak korban minuman berpemanis yang tidak memperhatikan kadar gula dalam minuman. Jangankan melihat lebel yang tertera, anak-anak condong memilih makanan dan minuman yang menarik.Â
Buruknya lagi, hampir mayoritas besar makanan murah dengan gambar mencolok menghiasi rak-rak utama di toko jajanan anak. Cukup mengeluarkan uang dua ribu rupiah, minuman sudah berpindah tangan dari penjual ke tangan anak-anak.Â
Seberapa banyak orang tua yang membatasi asupan gula anak?
Kala boleh jujur, SANGAT SEDIKIT!
Bahkan, di banyak tempat orang tua malah tidak perduli. Mereka menfasilitasi minuman dengan kadar gula tinggi dengan membiarkan anak mengkonsumsinya terus menerus.Â
Orang tua tipe seperti ini biasanya juga tidak terlalu perduli pada makanan sehat. Asal harga terjangkau dan anak tidak merengek, permintaan mereka mudah dikabulkan. Terserah miniman jenis apa yang dipilih anak. Masalah berapa kadar gula di dalamnya urusan belakang.
Pola jajanan berpemanis memang tidak membuat anak sakit seketika. Tumpukan gula yang senantiasa masuk ke tubuh anak akan diakumulasi dan menjadi bom waktu di kemudian hari.Â
Kapan waktunya? Tidak ada yang bisa memprediksi!
Boleh jadi saat remaja atau nanti ketika dewasa. Dimulai dari keluhan kecil, berlanjut pada kebiasaan sakit. Imun tubuh terganggu, hormon tidak lagi seimbang, kemampua tubuh menyembuhkan diri sendiri semakin menurun.Â
Lantas, apakah harus menunggu parah untuk bertindak?
Orang tua yang baik berpikir jauh kedepan. Kesehatan anak adalah investasi jangka panjang. Kalau terlalu menuruti kemauan anak, bersiaplah dengan segala resiko yang harus dihadapi.Â
Berharap sepenuhnya pada pemerintah jelas bukan solusi terbaik. Kebijakan pemerintah seringkali menguntungkan pengusaha dengan omset besar dan mengabaikan faktor kesehatan orang banyak.Â
Ya, begitulah. Hanya orang tua yang berhak menjaga kesehatan anak 24 jam. Pola hidup orang tua adalah cerminan gaya hidup anak di masa depan. Jika saja orang tua mau dan tergerak membiasakan makan dan minum sehat, anak mudah mengikutinya.Â