Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tapera atau Tupperware, Lebih Baik Mana?

7 Juni 2024   11:17 Diperbarui: 7 Juni 2024   11:23 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Tapera mengundang pro kontra di kalangan masyarakat. Ada yang berpendapat jika program Tapera ini menjadi angin segar bagi yang belum memiliki rumah, tapi angin ribut bagi yang sudah berumah (tangga).

Pada dasarnya ide Tapera baik. Hanya saja, transparansi eksekusi program belum tergambarkan dengan jelas. Wajar jika masyarakat menolak untuk berpartisipasi terlepas dari sisi positifnya. 

Sebagaimana yang pernah dituliskan oleh pak Eko tentang Tapera yang menyinggung public trust, hal ini cukup memberi tolak ukur sejauh mana program Tapera akan berhasil.

Realita di lapangan hari ini, masyarakat kelas menengah semakin tertekan dengan biaya hidup yang terus meroket. Sebaliknya, pendapatan selalu fluktuatif di angka yang meresahkan. 

Saya sempat bertukar pikiran dengan seorang teman yang pernah tinggal di Australia. Menurutnya, nilai tukar uang di Australia dengan gaji terkecil sekalipun masih sangat rasional.

Sebagai contoh, teman saya ini bisa membeli tiket konser seharga $99 Australia. Harga segitu relatif seimbang dengan biaya hidup harian disana. Dengan bekerja sebagai cleaning service saja, butuh 3-4 jam untuk mengumpulkan angka yang sama.

Artinya, peran pemerintah dalam hal menjaga nilai tukar uang dengan kebutuhan harian sangat ideal. Sekarang coba bandingkan dengan gaji buruh kasar di Indonesia per bulan, apakah nilai tukar uang yang diperoleh mencukupi kebutuhan harian?

Jawabannya tidak perlu dianalisa lebih jauh. Kita semua tahu, untuk ukuran PNS saja masih harus mencari tambahan guna mencukupi kebutuhan keluarga. 

Jika demikian, apakah program Tapera wajar untuk dieksekusi?

Saya sengaja menempatkan dua kata : Tapera dan Tupperware di judul tulisan. Silahkan tanyakan ibu-ibu, mana yang mungkin mereka pilih antara keduanya. 

Saya rasa, Tupperware pasti lebih diidamkan. Selain bermanfaat untuk menyimpan makanan, daya tahannya terbukti walaupun mahal. Bagaimana dengan Tapera? ini sulit dibuktikan.

Potongan sekian persen dari gaji bagi mayoritas PNS atau pekerja swasta sangat memberatkan. Bukan karena mereka tidak mau, namun ada skala prioritas yang lebih dikedepankan.

Sama halnya ketika para menteri di pemerintahan diberi pilihan, antara diberi gaji bersih tanpa tunjangan atau diberi rumah dinas dengan gaji kecil. Mana yang idealnya dipilih?

Pastinya mereka akan demo dan menginginkan rumah dinas dan gaji beserta tunjangan. Enaknya para menteri, mereka tidak perlu demo, sedangkan kebijakan yang dihasilkan oleh mereka seringnya tidak berkualitas. 

Makanya, belajarlah dari kesuksesan Tupperware mengambil hati emak-emak di seluruh Indonesia. Bahkan, jika seorang suami tidak sengaja menghilangkan Tupperware, itu bisa menjadi musibah terbesar dalam hidup. Begitulah logikanya.

Sebelum program Tapera dijalankan, sebaiknya naikkan dulu gaji dan kesejahteraan pekerja di Indonesia di angka yang realistis dan idealis. Selanjutnya, semua akan berjalan dengan damai. 

Bagaimana dengan yang punya rumah?

Kalau Tapera memang diwajibkan, berikan konsep perumahan yang ramah lingkungan. Lalu, arahkan semua PNS dan pegawai swasta untuk memiliki rumah ideal sesuai peraturan.

Nah, jangan memaksakan sesuatu selagi perut kosong. Isilah dulu makanan ke dalam Tupperware untuk dinikmati bersama-sama, baru bahas tentang konsep Tapera yang futuristis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun