Sebagai contoh, saya pribadi mulai latihan lari setahun yang lalu. Ritme detak jantung saya masih di angka 150/menit. Di angka ini saya hanya bisa menjaga waktu lari 5.50 menit/kilometer.Â
Jika saya mamacu detak jantung ke angka 170 an, kecepatan lari memang bertambah. Tapi, konsekuensinya saya jauh lebih ccepat lelah dan kehilangan kestabilan menjaga ritme lari di angka yang sama.Â
Kalau anda menggunakan smartwatch, maka mudah memantau detak jantung walaupun angka yang ditampilkan mumgkin tidak 100% akurat. Sebagai contoh, saya menggunakan Smartwatch murah Huawei Band 8. Sejauh ini cukup bermanfaat untuk memonitor kemampuan lari.Â
kalau merujuk pada hasil dokumentasi Huawei, kemampuan aerobic saya ada di angka 3.0. Sekilas cukup baik dibandingkan beberapa bulan yang lalu yang masih di bawah angka 3.
Nah, Aerobic training stress adalah kemampuan tubuh untuk bisa kembali fit setelah berlari dengan jarak tertentu. Ini adalah sebuah indikator yang patut dimengerti agar tidak lari berlebihan hingga kerja jantung semakin berat.
Saya ingin membandingkan kemampuan lari setahun yang lalu dan sekarang. Kalau tahun lalu saya butuh waktu 35 menit untuk menyelesaikan jarak lima (5) kilometer, saat ini saya bisa stabil di angka 28-30 menit.
Tentunya angka ini masih belum cukup baik dibandingkan atlit lari profesional. Meskipun demikian, saya merasa cukup puas dengan ketahanan tubuh yang semakin baik.Â
Kadar VO2max saya juga tidak buruk. VO2Max mengacu pada konsumsi oksigen ketika olahraga. Semakin baik konsumsi oksigen, maka semakin baik kerja jantung.Â
Atlit profesional bisa berada di angka 85mL/kg/menit. Bagaimana dengan pelari biasa? umumnya masih pada angka 42-46 mL/kg/menit bagi yang berumur 25 tahun.