Saat menulis tulisan ini, saya sedang duduk menikmati secangkir kopi. Di sekeliling saya anak-anak muda sedang memegang smartphone masing-masing dengan posisi terbalik.
Pemandangan seperti ini semakin sering saya lihat di warung kopi (Warkop) yang menyediakan WIFI gratis. Dengan memesan secangkir kopi atau segelas minuman dingin, mereka bisa duduk berjam-jam.
Kenikmatan permainan di layar smartphone tidak lengkap tanpa sekotak rokok. Asap membumbung tinggi memenuhi ruangan. Game online dan kenikmatan rokok seakan membius akal sehat anak-anak muda ini.
Jangan ditanya kemana waktu pergi. Satu, dua, tiga jam berlalu begitu saja dalam sekejap. Sebuah kenikmatan yang ditukar dengan sesuatu yang tidak setimpal untuk sebuah masa depan yang buram.
Di waktu berbeda, saya mendengar curhatan seorang teman yang mengalami kasus berbeda, yaitu kecanduan judi online. Akar masalah yang sebenarnya sama, hanya beda awalan saja.
Generasi muda sekarang banyak yang gagal memanfaatkan waktu. Hari-hari mereka banyak terbuang dalam aktivitas yang tidak membawa manfaat alias wasting time.Â
Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab utama adalah tidak lain karena kehadiran smartphone di tangan. Game online dan judi online sama-sama menyita waktu para remaja di level yang mengkhawatirkan.Â
Parahnya lagi, efek dari keduanya bisa merambas pada ranah yang lebih luas ketika akal tidak lagi sinkron dengan pikiran. Banyak suami yang masuk dalam pusaran judi online, imbasnya keluarga hancur.
Seperti kerasukan setan, mereka rela meminjam uang berkali-kali untuk kemudian diputar dalam 'lingkaran setan'. Jangankan insaf, kalah bertubi-tubi tetap membuat mereka semakin ingin menang. Pinjaman Online (Pinjol) menjadi sasaran empuk untuk terus masuk dalam sebuah 'kenikmatan' sesaat.
Kenikmatan game online ini mampu menghipnotis banyak remaja, bahkan orang dewasa sekaligus. Awalnya hanya mencoba, seterusnya sulit melepaskan diri dari efek candu yang menipu.
Waktu muda yang seharusnya dimanfaatkan untuk belajar hilang begitu saja. Fatalnya lagi, fungsi kognitif otak melemah dan sifat malas menyelinap ke dalam fisik remaja.
Selain mencuri waktu, game online kerapkali membuat remaja sulit berkonsentrasi ketika belajar. Akhirnya, rasa jenuh mudah muncul bersebab rangsangan game yang menjebak otak.Â
Menurut Databoks, rata-rata waktu yang dihabiskan konsumen untuk bermain game online yaitu 3-4 jam per hari. Hitungan yang cukup besar jika dipergunakan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, semisal mempelajari skil baru atau menambah pengetahuan.
Pengguna internet di Indonesia sudah menyentuh angka 185 juta jiwa. Jelas ini angka yang besar dengan persentase penduduk yang besar pula.Â
Sayangnya, jumlah pengguna internet di Indonesia tidak sebanding dengan produktivitas yang dihasilkan. Bahkan, fakta dari CNBC Indonesia mencatat 2.7 juta penduduk Indonesia terjerat dalam pusaran judi online.Â
Tidak cukup sampai disini, mereka yang masuk ke dalam pusaran ini adalah para anak muda berumur 17-20 an. Tentu fakta yang dipaparkan memberi sebuah gambaran kemana  masa depan bangsa nantinya.Â
Mirisnya lagi, mereka yang terlibat dalam judi online berasal dari keluarga menengah ke bawah. Dengan kata lain, korban judi online adalah orang-orang yang 'gagal' menggunakan akan sehat untuk berpikir bijaksana.
Situs judi online bahkan terselip dimana-mana, khususnya di berbagai jenis game online yang dimainkan para remaja. Tidak heran, lingkaran setan mudah saja menarik calon korban tidak perduli umur.Â
Konten live streaming mudah saja menghipnotis kalangan remaja yang akal sehatnya masih 'sakit'. Mungkin pada awalnya mereka ingin mencoba, kemudian terbawa arus dalam lingkaran yang lebih dalam dan masuk ke pusaran tanpa ujung.
Kecanduan game online boleh jadi lebih parah dari narkoba yang hanya bersifat individual. Game online menjadi jaring halus menuju judi online. Walaupun realitanya sulit ditepis dan jarang diangkat ke permukaan.
Orang tua perlu memantau smartphone anak-anak mereka. Bukan mustahil sebuah game sederhana menjadi pemantik rasa ingin tahu anak. Seterusnya, mereka hilang kesadaran dan luput dari perhatiaan orang-orag terdekat.
Jika sudah masuk dalam pusaran, maka bersiaplah untuk memanen efek candu yang sulit dihilangkan. Oleh karenanya, filter utama mesti dari orang tua.Â
Bijaklah dalam memberi fasilitas pada anak. Smartphone ibarat ranjau  yang suatu saat memakan korban. Masalahnya, kita tidak pernah tahu dimana posisi ranjau dan siapa korbanya.Â
Untuk itu, lebih baik pilihan yang bijak adalah tidak masuk ke area ranjau daripada suatu saat menjadi korban.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H