Kala Ramadan tiba, undangan buka puasa pun datang silih berganti. Kadang dari teman lama ataupun undangan dari perkumpulan alumni sekolah dan kuliah.
Buka puasa bersama yang sering disebut Bukber kerap menjadi ajang berkumpul bagi mayoritas orang. Dari segi silaturrahmi, Bukber memang identik positif, namun ada beberapa hal yang juga penting menjadi sebuah wadah intropeksi.
Di banyak tempat, ajang Bukber malah terkesan sebagai momen ngabuburit hingga kewajiban shalat magrib terpinggirkan.
Belum lagi ada yang sampai kebablasan sampai shalat tarawih. Awalnya saling bertukar cerita, akhirnya kewajiban utama terabaikan.Â
Tentu saja yang menjadi sumber masalah bukan puasanya, namun manajemen waktu yang kurang terorganisir.
Bukber sah-sah saja dijalankan, namun kewajiban utama seperti menjaga shalat di awal waktu dan mengerjakan ibadah tarawih mesti dikedepankan.
Adapun jika ingin duduk lama untuk bertukar pikiran, boleh dilanjutkan setelah kewajiban utama selesai.
Sisi positif dari Bukber bersama teman lama juga dapat menyambung jaringan pekerjaan (network).Â
Walaupun hanya beberapa kalangan saja yang sebenarnya mampu memanfaatkan momen Bukber untuk memperkuat atau membangun koneksi.
Lantas, kenapa Bukber seakan sudah menjadi bagian dari budaya?
Aktivitas sosial menjadi sebuah entitas dalam kultur Indonesia. Manakala seseorang menarik diri atau tidak terlibat dalam kegiatan sosial, maka lebel tertentu mudah saja melekat.
Bukber pada kenyataannya bukanlah sesuatu yang wajib dilakukan. Namun demikian, seiring jaringan pertemanan yang semakin melebar, kultur Bukber juga meningkat.
Uniknya lagi, undangan Bukber mulai dari alumni TK sampai kuliah bertengger di grup WA. Mereka yang sudah termasuk ke dalam grup kadangkala sulit untuk tidak mengikuti, kecuali karena alasan tertentu.
Nah, beberapa kali bergabung mengikuti Bukber, saya melihat banyak tempat yang belum maksimal dalam hal mempersiapkan tempat shalat, sehingga antrian yang begitu panjang tidak bisa dihindari.
Parahnya lagi, banyak dari pengunjung Bukber memilih untuk menikmati makanan terlebih dahulu sampai waktu shalat tiba di penghujung.
Jadi, kembali ke pertanyaan awal, apakah buka puasa bersama teman lama itu penting?
Ya, kembali ke pilihan masing-masing. Jika tujuannya untuk bersilaturrahim, maka niat baiknya sudah termasuk sebagai ibadah.
Asalkan, ibadah utama seperti magrib dan isya serta tarawih tidak terlewatkan begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H