Makanya, Indonesia dianggap penting bagi dunia maju. Perputaran uang di kalangan middle class adalah hawa segar bagi kalangan middle class. Ibaratnya, laju ekonomi dikontrol oleh mereka yang berada di tingkat atas.Â
Hal ini juga disebabkan oleh perbedaan mendasar pada pola pikir (mindset), dimana pendidikan bagi kalangan atas menjadi prioritas utama.
Sebagai contoh kecil, di akhir 1990 Korea Selatan  dan Korea Utara berada pada posisi berbeda dalam hal ekonomi. Perbedaan mendasar dimulai dari kebijakan institusi-institusi dalam negeri yang akhirnya mempengaruhi laju ekonomi.
Negara punya peran penting mendorong terbukanya akses ekonomi pada pelaku bisnis. Sehingga, kebijakan yang memihak pada pelaku bisnis membuka kesempatan bagi siapapun untuk bergerak naik dari kelas bawah ke kelas menengah, hingga kelas atas.Â
Namun, pengaruh dan tekanan negara lain menjadi bumerang bagi sistem pemerintahan. Jika pemerintah tidak memiliki blueprint ekonomi yang baik, nasib kelas menengah akan selamanya stagnan.Â
Negara maju membutuhkan pasar besar untuk menjual hasil inovasi mereka. Alhasil, golongan middle class harus rela berada dalam jaring upper class.Â
Produk berkelas semisal Apple selalu menargetkan pasar middle class. Mereka tahu bahwa kelas menengah mudah terjebak dalam gaya hidup yang sengaja'diciptakan' oleh mereka.Â
Inilah mengapa nasib kelas menengah sulit berubah. Bukan karena tidak memiliki kemampuan, tapi lebih kepada jebakan ekonomi dalam gaya hidup.
Tidak heran, kita terus saja melihat kelas menengah rela terjebak dalam pinjaman kredit untuk 'terlihat' sebagai upper class. Padahal, setiap awal bulan mereka dikejar oleh bermacam hutang.
Konsep hidup kelas menengah dan atas seperti laut dan sungai. Kelas atas condong berpikir cara memutar uang, sementara kelas menengah tergoda untuk menghabiskan uang.
Manajemen keuangan menjadi tolak ukur paradoks kehidupan antara dua kelas ini. Seakan, dilema middle class bak drama berjilid dengan gambaran yang sama.Â
Golongan upper class yang sedikit mudah saja mengatur lower dan middle class. Sehingga, pola pikir dan prioritas menjadi gambaran bagaimana ketiga golongan ini bisa keluar dan bangkit ke tingkat selanjutny atau terjebak pada posisi yang sama terus menerus.Â