Kelas menengah atau sering disebut middle class sering berada pada garis aman. Namun. nasib kelas menengah selalu sama, yaitu bergerak kontan.
Apa yang lantas membuat nasib kelas menengah seakan tidak pernah mulus?
Ekonomi dunia dilandasi oleh politik. Laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan penduduk sebuah negara sangat erat kaitannya dengan fleksibilitas perpolitikan.
Selain itu, laju politik antara negara maju dan negara berkembang juga berbeda. Terlebih, paska revolusi industri, negara-negara maju memilki ambisi besar akan laju ekonomi dunia.Â
Klasifikasi warga dunia: kelas bawah (lower class), kelas menengah (middle class) dan kelas atas (upper class)Â hadir bukan tanpa alasan. Sekilas, tidak perbedaan signifikan, tapi jika jeli melihat, maka setiap kelas seakan terjebak dalam ekonomi.
Negara-negara miskin yang umumnya masuk katagori lower class kerapkali menjadi ladang panen bagi negara maju, sedangkan negara berkembang akan selalu berada di tengah sebagai middle class.
Nah, perbedaan paling mencolok antara negara berkembang dan negara maju terletak pada kapasitas manusianya (human resource). Oleh karenanya, secara ekonomi keberadaan kelas menengah menguntungkan kelas atas.Â
Kenapa demikian?
Negara maju selalu mengandalkan teknologi untuk terus berada di atas. Fokus mereka adalah menciptakan produk sebanyak mungkin. Agar produk ini laku, harus ada yang membelinya.
Oleh sebab itu, negara berkembang menjadi target pasar empuk. Jumlah kelas menengah di negara berkembang sangatlah besar. Misalnya Indonesia, jumlah kelas menengah mencapai 130 juta orang jika merujuk pada pendapatan.