Naisa adalah nama yang ia dengar ketika berada dalam gua tambang. Afif yang memimpin timnya kehilangan putri tercintanya dua tahun lalu saat sedang ditugaskan di pelosok.
Afif tidak menyangka jika hari itu adalah hari terakhir ia mencium kening anaknya sebelum berangkat. Hanya berselang satu minggu setelah tiba di pertambangan, Naisa menghembuskan nafas.
Sejak itu, Afif lebih banyak diam. Kehadiran Kadri merubah segalanya. Kadri mengajarkan makna kesederhanaan hidup di desa dan arti sebuah kejujuran.
Afif merasa terpukul ketika mendengar kabar putri terncintanya meninggal. Sifatnya berubah drastis, dari pemarah menjadi pendiam.
Padahal, hidupnya tidak pernah kekurangan. Istri yang cantik dan seorang putri jelita disokong gaji puluhan juta per bulan lebih dari pada cukup untuknya. Belum lagi bonus ratusan juta per tahun yang selalu diterimanya.
Namun, kepergian anak semata wayang merubah segalanya. Ia tak lagi menikmati hidup dan lebih memilih kehidupan di tambang. Istrinya pun memilih untuk cerai dan seketika itu tidak dia hiraukan lagi.
Kisah Afif menggugah hati Kardi. Nama Naisa membekas di pikirannya. Sebab itu, ia berpikir untuk menamai calon anaknya NAISA.
"Kardi, kita tak mungkin selamat" ucap Afif dengan suara parau. Oksigen hanya cukup untuk satu orang, sedangkan tim evakuasi belum mampu menembus dinding tambang yang kokoh.
"Gunakan ini, istri dan anakmu pasti membutuhkanmu. Berusahalah sekuat tenaga untuk keluar dari sini" Afif memberikan tabung oksigen pada Kardi, nafasnya mulai lamban, pertanda buruk akan menimpanya.
Kardi tinggal seorang diri. Ia bahkan tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. Satu per satu teman-teman menghembuskan nafas terakhir.
"Ya rabb, jika waktuku tiba, setidaknya berikan kesempatan bagi tim penyelamat untuk menemukan buku saku ini" Kardi mengadahkan kedua tangan ke atas sambil meneteskan air mata.