Setibanya di ladang, Annisa langsung menuju ke pondok kecil di pojok sawah. Persis di bawahnya mengalir air dari pegunungan yang tidak jauh dari desa.Â
Ada tiga gunung indah di desa Pelitang diapit dua sungai tempat penduduk menjaring ikan untuk bertahan hidup.
Semenjak kepergian sang Ayah, Annisa selalu ingin ke ladang. Semasa kecil, Annisa sering diajak ayah ke ladang untuk menanam sayuran dan merawat pohon jeruk dan apel.
Suasana sejuk desa Pelitang dan air berlimpah dari gunung menjadikan tanah begitu subur untuk area pertanian. Annisa kecil adalah anak kesayangan ayah yang selalu dibawa serta ke ladang.
Kini setelah menjadi seorang istri, ladang penuh kenangan menjadi tempat mengenang masa kecil. Seperti hari ini, Annisa datang ke ladang untuk sekedar menikmati keindahan alam dan sepenggal kenangan masa silam.
Seekor burung elang bertengger di atas atap pondok. Burung yang sama saat Annisa melihat ke atap rumahnya.Â
"kenapa burung ini ada disini, apakah ada sesuatu yang ia bawa"Â Annisa mulai khawatir.
Kemunculan elang tiba-tiba dan suara aneh di belakang rumah sudah cukup untuk membetulkan sebuah firasat seorang istri. Meskipun begitu, Annisa ingin menepis perasaannya.
"Ah, ini tidak mungkin terjadi padaku"Â ucap Annisa perlahan pada dirinya sambil mengelus perutnya yang menonjol. Bayi yang dikandungnya akan segera lahir dua bulan lagi.
Annisa tidak sabar menanti kepulangan suami tercinta untuk menyambut buah hati mereka.
Sebelum merantau untuk bekerja di pertambangan, Kardi pernah berpesan jika anaknya lahir, ia bernazar untuk membawa Annisa pindah ke kota agar hidup mereka jauh lebih baik.
"Kita akan pergi mencari kehidupan yang lebih baik" begitu ucap Kardi pada Annisa.
Annisa sangat yakin dengan ucapan itu, hingga firasat buruk seakan mustahil menyapanya.
Namun, semakin ia berpikir positif, hatinya semakin gelisah tak karuan. Elang terus bertengger di atap, seakan tidak ingin berpindah.Â
Sesekali Annisa mengangkat kepala ke atas untuk memastikan jika elang tidak lagi membuntutinya.
"Annisaaaaaa" suara teriakan dari arah belakang terdengar kencang.
"Itu pasti suara Nina, tetangga depan rumahku" ucap Annisa pelan.
Tak lama, Nina sudah berada di sebelah Annisa dengan nafas tak teratur.Â
"Nisaa, ada sesuatu Nisssss. cepat pulang"Â Nina tidak ingin mengatakan kabar buruk yang baru saja diterima dari suaminya.
Suami Nina juga bekerja di pertambangan bersama suami Annisa. Kabar gempa di area pertambangan membuat gempar penduduk setempat.Â
Termasuk Nina yang baru saja menerima kabar puluhan pekerja tambang terperangkap di bawah tanah pada kedalaman 40 meter.
Suami Nina kebetulan sedang tidak kebagian shift malam, sedangkan Kardi dan puluhan pekerja lain sudah berada dalam terowongan sejak tadi malam.
Pekerja tambang boleh memilih shift dengan jam kerja berbeda. Kardi mengambil shift malam karena sehari sebelumnya sudah beristirahat total.
Tidak disangka-sangka, gempa seketika itu menutup jalur masuk terowongan dan 25 pekerja yang berada pada kedalaman 40 meter tidak cukup waktu untuk menyelamatkan diri.
Tim evakuasi masih bertahan di pertambangan untuk menemukan alternatif membuka jalur masuk, walaupun secara hitungan tidak memungkinkan.
"Ada apa Nina, tolong katakan dengan jujur" Annisa tak dapat menahan air matanya. Firasat di awal subuh dan kehadiran elang sulit disangkal.
Bagaimana nasib Kardi di bawah permukaan tanah?
Annisa sulit membayangkan bagaimana nasibnya jika firasat itu ternyata betul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H