Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beda Pilihan Boleh, Tapi Harus Cerdas

19 Februari 2024   13:11 Diperbarui: 19 Februari 2024   13:14 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilih cerdas|freepik.com

Politik di Indonesia masih berada pada fase embrio. Perbedaan pendapat antar kubu seringkali mucul karena gesekan dan polesan. Hal ini bisa dilihat dari alasan memilih kandidat.

Gesekan antar kubu membuat kedua belah pihak tidak akur dan mengenyampingkan fakta. Uniknya, fakta-fakta juga banyak yang dipoles oleh pihak tertentu untuk 'membodohkan' calon pemilih.

Fakta yang seharusnya bisa menjadi rujukan pemilih berada di ranah abu-abu. Artinya, pemaparan data untuk menggambarkan kandidat tidak mengedepankan kejujuran dan etika.

Makanya, jumlah pemilih yang benar-benar cerdas sulit diprediksi secara akurat. Sebaliknya, ketimpangan data dan penyalahgunaan data menjadikan jumlah pemilih tidak sehat membludak. 

Di sisi lain, swing voters menjadi mangsa paling ditunggu oleh mereka yang ingin diuntungkan dalam waktu cepat. Diakui atau tidak, katagori pemilih abu-abu lumayan besar.

Mereka lebih suka mengedepankan akal ketimbang fakta. Alasan utamanya antara dua; tidak percaya pada fakta dan data atau sering dikecewakan dan tidak lagi percaya. 

Nah, swing voters alias pemilih abu-abu ini pada kenyataannya mudah diterpa angin pada momen terakhir. Mereka bisa dengan mudah beralih dari satu kandidat ke kandidat lain. 

Bayangkan jika jumlah swing voters 20-30%, siapa yang kemudian diuntungkan dalam sekejap?

Menjadi pemilih cerdas bukan perkara mudah. Dengan begitu banyak kecurangan yang terus menerus terjadi, seleksi fakta dan data adalah sebuah keniscayaan.

Di lapangan, fakta memberi gambaran akan begitu masifnya kecurangan dengan data-data yang sangat akurat. Disini, para pendukung salah satu kandidat harus mengedepankan kejujuran dan kebenaran.

Antara akal dan fakta perlu singkron untuk tahu siapa yang jujur dan siapa yang menipu. Makanya, menjadi pemilih yang cerdas semakin sulit di tengah gempuran kebohongan yang dilakukan oleh orang-orang berdasi.

Orang-orang yang dipercaya untuk tidak berpihak malah meninggalkan akal dan mempolitisi fakta. Akibatnya, harga sebuah trust di kalangan masyarakat semakin menipis.

Kepercayaan publik akan data dan fakta luntur ketika kecurangan dipertontonkan secara telanjang. Data-data mudah saja diperjual-belikan dengan dalih yang tidak masuk akal. 

Padahal, data-data di lapangan sudah memperlihatkan titik-titik kecurangan. Dampak visualisasi pembenaran yang ditunjuk dengan angka mengoyangkan hati pemilih. 

Lantas, dimana letak kejujuran saat ini?

Hanya sedikit orang-orang jujur yang lantang bersuara. Mereka masuk katagori orang cerdas yang tidak bisa dibeli suaranya, begitupun akal sehatnya. 

Sementara itu, ada golongan yang tidak mau ambil pusing. Toh, semuanya sudah bisa diprediksi dari awal, tapi tetap saja dibiarkan. Kejujuran akan ditutupi oleh kecurangan data dan fakta.

Sehingga, kejujuran tidak lagi menjadi tolak ukur untuk mengangkat seorang pemimpin. Ibarat sungai yang dialiri limbah pabrik bertubi-tubi, kejernihan air akan tertutupi gelapnya limbah.

Oleh karena itu, beda pilihan bukan lagi hal aneh. Siapa saja boleh menentukan pilihan dan kemana suara siap berlabuh. Namun, perlu diingat bahwa sungai yang kotor karena limbah akan kembali bersih ketika dialiri air bersih dalam jumlah besar.

Artinya, tidak perduli seberapa besar kecurangan data dan manipulasi fakta di lapangan, nilai kejujuran akan tetap sama. Jadilah pemilih cerdas yang tidak gampang ditipu, apalagi ditukar dengan uang demi nafsu sesaat.

Masa depan curam diawali oleh kecurangan yang dilakukan dengan sadar. Kendati demikian, diamnya orang-orang cerdas adalah malapetaka kehancuran sebuah bangsa.

Beda pilihan boleh, tapi harus cerdas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun