Bayangkan berapa banyak sisa cairan deterjen dan sabun yang terbuang mengalir ke drainase, kemudian berakhir di sungai. Organisme air terdampak dan ekosistem terganggu.
Kita mungkin tidak sepenuhnya menyadari betapa kebiasaan harian berdampak buruk bagi lingkungan sekitar. Jika ada 10 keluarga yang abai, maka persentasi kerusakan ekosistem air meningkat.Â
Sebaliknya, ketika keluarga mampu membangun kesadaran dalam rumah, dengan sendirinya dampak negatif semakin berkurang. Limbah domestik semisal deterjen juga merusak kualitas air dalam tanah.Â
Mampukah kita merubah kebiasaan belanja dan beralih pada produk yang ramah lingkungan?
Sangat mungkin! Diawali dengan membangun kesadaran akan lingkungan dan menghindari membeli produk yang berbahaya bagi alam dan lingkungan.Â
Bakteri sejenis E Coli berlimpah diluar ambang batas juga berdampak pada kualitas air tanah. Hal ini disebabkan oleh pembuangan limbah tinja yang tidak sesuai prosedur.Â
Oleh karenanya, desain septic tank untuk penampung limbah tinja keluarga perlu direncanakan dengan baik. Bukan sekedar asal bangun untuk menampung feses, tapi juga prioritaskan saringan terstruktur agar tidak langsung berdampak buruk bagi air dalam tanah.
Kesadaran bersama dari dalam keluarga sejatinya menjadi penyelamat bumi. Secara kolektif, keluarga bisa membangun kesadaran belanja produk sehat, penanganan limbah dan filter sampah.
Contoh sederhana lainnya, penanganan sampah domestik dapur. Betapa banyak keluarga yang abai akan sampah organik. Sisa sayur dan kulit buah terbuang percuma dan mengeluarkan bau busuk.Â
Padahal, dengan perencanaan yang baik, sampah dapur malah bisa diolah untuk kebaikan tanah. Mengolah sampah menjadi pupuk organik tentu saja menawarkan banyak manfaat.
Lagi-lagi, keluarga harus memulai dengan membangun kesadaran bersama. Limbah sayuran dan buah-buahan sebaiknya tidak dicampur dengan sampah anorganik.Â