Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ayah dan Asap Rokok

27 Januari 2024   12:06 Diperbarui: 27 Januari 2024   15:49 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
asap roko | freepik.com

Sambil merakit kata, saya memperhatikan seorang ayah dan anak yang duduk di sebelah saya. Laki-laki yang saya prediksi berumur 30 an ini sedang menikmati sebatang rokok.

Sambil menghisap, matanya tertuju pada sebuah layar segiempat. Segelas kopi menambah kenikmatan dalam kepungan kabut asap. Usai menelan asap, puntung rokok berakhir di bawah meja dengan dua kali pijakan.

Sang anak duduk menikmati sekotak susu dan tangan bergerak mencari tontonan di layar smartphone. Sesekali, asap rokok sang ayah terbang mendarat ke muka anaknya.

Dengan penuh kesadaran, sang ayah terus menikmati hisapan dan membiarkan asap tadi masuk ke paru-paru anaknya. Perlahan, pelan, namun pasti tertelan.

Apakah suasana seperti ini sering kita temui?

Iya, saya sangat sering melihat laki-laki membawa anak bersama dan mengeluarkan sekotak rokok terus membakarnya. Kepulan asap menari-nari dan menjadi oksigen 'terbaik' bagi anak.

Di satu sisi, ayah adalah pahlawan, namun di sisi lain mereka adalah lawan. Ayah berjuang mencari rejeki di pagi hari, kemudian memasukkan racun ke dalam paru-paru.

Kenikmatan sesaat menjadi penyesalan pada suatu saat. Waktu berharga anak tertutup kabut putih, rasa bahagia berganti dengan rasa sedih. 

Kenapa ayah membiarkan anaknya bebas menghirup racun ?padahal, ia rela mengeluarkan uang untuk kemudian menebusnya. Rasa sayang terkadang mudah saja membutakan hati.

Hisapan kenikmatan meninggalkan kesengsaraan. Bukan hanya anak, tapi juga istri dan orang-orang yang tidak ingin menikmati racun dalam udara.

Janin-janin ikut menanggung beban, membawa penyakit dalam tubuh. Sehingga, anak mudah sakit, menanggung perbuatan sang ayah. Kenikmatan sesaat yang ditukar dengan kesengsaraan di masa depan.

Rasa sayang dan hilangnya perasaan. Uang jutaan habis untuk obat-obatan. Lalu, ada masa depan yang dipertaruhkan dan kebahagiaan yang ditukarkan.

Kenapa, kenapa, oh mengapa ayah begitu tega?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun