Penduduk setempat turun temurun bergantung pada hasil pertanian. Mereka sangat lihai bercocok tanam dan menitipkan hasil panen ke beberapa tengkulak. Begitulah cara mereka bertahan hidup. Sederhana, namun tidak pernah kekurangan.
Sejak kedatangan orang-orang berdasi dua tahun lalu, banyak suara-suara aneh yang sering didengar penduduk. Dentuman keras dari arah gunung acapkali mengganggu penduduk.
Bahkan, beberapa harimau terlihat turun ke lahan beberapa petani. Mereka mulai tidak berani sembarangan berjalan melewati semak belukar.Â
Bukan hanya itu, gerombolan gajah juga pernah terlihat oleh beberapa penduduk yang sedang menanam padi di sawah. Puluhan tahun mereka tinggal disana, belum pernah gajah turun ke pemukiman penduduk.
"Kenapa kita tidak kesana saja?" Kevin kembali bersuara.
"ah, sepertinya itu ide bagus" balas beberapa siswa lain yang penasaran.Â
Kebetulan, pak Marwan tidak datang ke sekolah hari ini karena anaknya sakit. Di sekolah ini, jumlah guru aktif hanya tiga orang. Pak Misbah dan buk Rini sedang mengajar di kelas lain.Â
Kevin dan kawan-kawan mulai berjalan perlahan ke arah belakang sekolah dan sekejap hilang dalam tumpukan ilalang. Bagi mereka, berpetualang di gunung jauh lebih mengasikkan ketimbang duduk menatap papan tulis.Â
Walaupun Kevin terkesan bodoh, ia yang paling hafal jalan menuju gunung. Hampir setiap hari sepulang sekolah, Kevin membantu ayahnya di kebun dekat perbukitan.Â
Semua jalan ke perkebunan sudah dihafal, namun tak satupun pelajaran sekolah yang melekat di pikirannya. Tak lama, gunung yang mereka tuju semakin dekat.
"kamu tak takut harimau, Kevin?" tanya Rudi sambil menarik nafas karena kelelahan berjalan.