Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Tanpa Gadget Emosi Anak Lebih Stabil

29 November 2023   17:51 Diperbarui: 29 November 2023   17:57 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Smartphones have provided us with a virtually unlimited supply of social stimuli, both positive and negative. Every notification, whether it's a text message, a "like" on Instagram, or a Facebook notification, has the potential to be a positive social stimulus and dopamine influx." [baca disini]

Studi dari universitas Harvard di Amerika menyebutkan bahwa paparan smartphone memicu keluarnya hormon endorphine layaknya ketika orang berinteraksi dengan teman.

Stimulus yang muncul menghasilkan rasa senang, baik itu dari notifikasi media sosial sejenis Facebook, Instagram, WA, dll. Saat keluar berlebihan, rasa senang ini memberi kesan berbeda pada otak.

Jalur dopamine di otak|https://sitn.hms.harvard.edu/
Jalur dopamine di otak|https://sitn.hms.harvard.edu/

Makanya, anak-anak remaja yang sudah terbiasan dengan smartphone akan meresa sulit untuk berinteraksi secara langsung. Bahkan, ketika diajak berkujung ke rumah teman orang tua, mereka lebih memilih untuk tidak ikut. 

Jika pun mereka mau ikut, tangan mereka terasa gatal untuk tidak mengakses smartphone walau hanya beberapa menit saja. Rasanya tidak sah jika belum mengecek notifikasi dari media sosial.

"Because most social media platforms are free, they rely on revenue from advertisers to make a profit. This system works for everyone involved at first glance, but it has created an arms race for your attention and time. Ultimately, the winners of this arms race will be those who best use their product to exploit the features of the brain's reward systems."

Media sosial sengaja dibuat gratis bukan tanpa alasan. Mereka ingin mengambil waktu berharga banyak orang. Tidak ada makan siang gratis. Konsekuensi menggunakan produk gratis adalah kehilangan waktu dan yang paling buruk adalah mereka menguasai otak banyak orang. 

Para pemilik media sosial tahu betul bagaimana cara kerja otak manusia dan bagaimana mendapatkan keuntungan dari kelemahan manusia. Negara dengan pengguna smartphone terbanyak menjadi pasar iklan untuk berbagaimacam produk. 

Tiongkok termasuk negara yang cerdik. Mereka memiliki media sosial sendiri yang bisa dikontrol oleh pemerintah. Dengan cara ini, Tiongkok bisa menfilter apa saja yang tidak baik untuk kepentingan negara sendiri.

Bukankah made in China bertebaran dimana saja di dunia? Tiongkok bukan hanya lihai dalam hal teknologi, bahkan mereka sudah jauh mengungguli Amerika dalam hal apapun.

Lantas, bagaimana dengan mayoritas remaja Indonesia? seberapa banyak waktu terbuang percuma di depan smartphone?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun