Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Sistem Pendidikan Saat ini Menjadikan Manusia sebagai Produk?

26 Oktober 2023   18:01 Diperbarui: 26 Oktober 2023   18:03 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanya, jika ada sebuah kelas dengan total 30 siswa, yang benar-benar mampu berpikir kritis sangat sedikit. Seringnya pada angka 1-5 siswa saja, sisanya sekedar menerima apa yang diajarkan oleh guru mereka tanpa mau mempertanyakan kemana ilmu itu berakhir. 

Ketika ratusan siswa disaat bersamaan menyelesaikan sekolah, mereka kembali bingung harus memilih jurusan apa. Selembar ijazah yang mereka terima tidak memberi kepuasan berarti selain rasa bangga pada sebagian orang tua.

Perjalanan menuju kuliah begitu dilematis. Mereka yang berasal dari keluarga terdidik mungkin lebih mudah menentukan arah minat keilmuan, sehingga berakhir pada jurusan yang cocok dengan jati dirinya. 

Sayangnya, banyak yang terpaksa ikut-ikutan untuk masuk jurusan yang katanya 'favorit', 'menjamin pekerjaan', atau 'keren'. Nyatanya, ketika berada didalamnya mereka seperti terperangkap.

Bak penjara yang mematikan daya pikir, proses tranfer ilmu di perkulihan tidak jauh berbeda dari mekanisme transfer ilmu dari dinding-dinding bersekat selama 12 tahun.

Status mahasiswa terkesan keren karena lebih bebas, tapi daya bernalar tidak sebebas pergerakan mereka. Bagi sebagian mahasiswa yang bawaannya rajin dan motivasi belajar tinggi, mereka mampu menggunakan nalar pada tingkat lebih baik.

Hal yang sama tidak berlaku bagi mahasiswa yang tidak memiliki tujuan jelas. Bahkan, ruang perkuliahan hanya digunakan sebagai tempat pelarian dari 'kejaran' orang tua mereka.

Tugas kuliah dikerjakan seadanya demi satu tujuan, yaitu memegang ijazah. Lalu, selembar ijazah itu dipergunakan untuk mengadu nasib. Tidak perduli dengan isi kepala yang masih kosong dan daya bernalar yang tidak jauh berbeda ketika berada di bangku SMA.

Oleh karenanya, ketika harus bekerja, tujuan akhir juga uang. proses transfer ilmu tidak menyiapkan mereka untuk berpikir kritis. Jumlah gaji yang diterima mungkin saja tidak relevan dengan waktu yang mereka habiskan di bangku kuliah dengan status keilmuan yang dibanggakan. 

Sejatinya, jika proses transfer ilmu mampu membuat peserta didik berpikir lebih cerdas, maka tujuan akhir dari pendidikan bukanlah untuk menghasilkan uang, tapi menciptakan lapangan pekerjaan untuk mengalirkan banyak manfaat untuk orang lain.

Kalau saja pendidikan berorientasi pada produk, maka akhir dari pendidikan adalah asas mengambil manfaat. Artinya, mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan belasan tahun harus rela diatur dengan skala gaji yang sudah ditetapkan.

Apakah dinding-dinding bersekat membuat peserta didik cerdas dalam menggunakan akal atau sekedar menerima saja?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun