Seorang teman menawarkan sebuah kelas privat kepada saya.Katanya siswa ini menginginkan nilai IELTS 6.5 dengan rencana belajar selama satu bulan. Ketika saya mengkonfirmasi kemampuannya, siswa ini masih berada di level A1 skala CEFR.
Common European Framework of Reference for Languages (CEFR) adalah standar penilaian kemahiran berbahasa yang diakui secara global. Level A1 setara dengan beginner.Â
Maknanya, calon siswa tadi berada pada level paling bawah yang memiliki indikasi pemahaman berbahasa Inggris sangat dasar. Untuk bisa belajar IELTS, calon siswa setidaknya sudah berada di level B1 skala CEFR.
Nah, berharap untuk mendapatkan 6.5 dalam waktu satu bulan dengan kemampuan di level beginner adalah sebuah mission impossible.Â
Begitulah yang sering terjadi di lapangan. Kasus seperti ini sangat sering terjadi karena pola pikir belajar bahasa Inggris yang tidak dipahami dengan baik oleh siswa.Â
Mau Skor Tinggi dalam Waktu Singkat
Dari pengataman saya, banyak sekali siswa yang ingin memperoleh skor tinggi namun hanya mau belajar dalam waktu yang reklatif singkat. Biasanya, siswa seperti ini memang fokus pada hasil dan sulit menghargai proses.Â
Lucunya lagi, mereka bersedia mengeluarkan uang lebih besar dengan tetap bersikukuh pada pola pikir yang 'menyesatkan'. Pola belajar instan memang diminati oleh banyak orang yang ingin hasil cepat.Â
Padahal, untuk menguasai sebuah bahasa baru, seseorang setidaknya harus menyediakan waktu 12-18 bulan dengan jadwal belajar yang terstruktur.
Apa yang tidak dipahami oleh orang awam adalah rumitnya proses membangun kemampuan berbahasa. Belum lagi perbedaan tata bahasa, pengucapan, dan perubahan kata yang juga menjadi tolak ukur lama tidaknya seseorang mampu menguasai bahasa tersebut.
Dalam konteks bahasa Inggris misalnya, seseorang yang sama sekali tidak mengetahui IELTS membutuhkan waktu yang relatif lama untuk benar-benar memahami struktur soal dan strategi menjawab.
Apalagi dengan level beginner, maka boleh dikatakan mustahil untuk mendapatkan skor 6.5. Bukan hanya itu, orang yang sudah di level B1 skala CEFR juga belum bisa menembus skor 6.5 dalam satu bulan.
Jadi, pada intinya belajar IELTS mensyaratkan seseorang untuk setidaknya sudah pada level B1 (intermediate) agar siap secara mental dan psikologis.Â
Apakah boleh mulai belajar IELTS jika masih di level beginner?
Sebaiknya tidak!Â
Akan lebih baik jika seseorang di level beginner untuk memperdalam kemampuan dasar bahasa Inggris terlebih dahulu sampai setidaknya berada di level B1.
Bagaimana jika tetap memaksakan diri belajar IELTS?
Pertama, otak belum siap menyerap materi IELTS karena tidak sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Kedua, siswa tidak akan mampu mengaplikasikan strategi dengan baik.
Ibaratnya, seseorang yang belum pernah belajar berenang ingin langsung nyemplung ke laut. Ya, bukannya manfaat yang didapat tapi malah membahayakan diri sendiri.Â
Cara instan memang sering sekali menipu. Apalagi, banyak kursus yang dengan iklan menyesatkan berani menjamin nilai tertentu dalam waktu singkat untuk mengundang banyak siswa.
Alhasil, selain mendapatkan pemahaman yang salah tentang cara belajar bahasa Inggris yang benar, tidak sedikit siswa yang tetap ngotot dengan keyakinan yang salah.
Pada dasarnya, 1000 jam adalah waktu yang dibutuhkan untuk menguasai bahasa Inggris. Jika dalam seminggu hanya bersedia belajar tiga jam, apakah satu bulan terdengar meyakinkan?
Jadwal Belajar yang Salah
Untuk bisa mendapatkan hasil maksimal, pola dan waktu belajar juga menjadi indikator penting. Siswa yang berharap hasil instan biasanya tidak perduli dengan waktu belajar.
Belajar bahasa dengan waktu belajar acak yang tidak terstruktur menyebabkan otak sulit merekam materi dengan efektif. Inilah sebabnya mengapa kemampuan berbahasa pada level upper intermediate membutuhkan cara belajar yang baik.Â
Idealnya, waktu belajar bahasa paling baik yaitu secara intensif di waktu pagi. Jikapun seseorang berharap hasil instan, maka seharusnya ia bersedia belajar setiap hari sekitar 1-3 jam.
Tanpa kemauan untuk belajar dan terlibat aktif untuk mempraktikkan skil menulis dan berbicara, belajar bahasa Inggris seminggu tiga kali adalah sebuah ilusi untuk mampu menguasai kemampuan berbahasa.
Belum lagi ada yang mengatakan mereka sudah belajar tiga tahun, namun belum juga mampu berbicara dalam bahasa Inggris. Nyatanya, dalam seminggu hanya belajar tidak lebih dari lima jam saja.
Jika dikalkulasi, waktu yang dihabiskan untuk belajar bahasa Inggris dalam satu bulan hanya 20 jam. Dalam setahun terhitung 240 jam dan dalam tiga tahun 720 jam saja.Â
Apakah lantas seseorang dengan mudahnya mampu berbicara dalam bahasa Inggris setelah belajar tiga tahun? jelas tidak!
Bahkan, mereka yang sudah belajar 10 tahun pun belum mampu berbicara dengan kaedah tata bahasa yang benar dan pengucapan yang tepat.Â
Lantas, berharap untuk bisa mendapakan skor 6.5 dalam satu bulan adalah sesuatu yang masuk akal?Â
Bagi saya pribadi, siswa yang menghendaki hasil instan seringnya tidak memakai akalnya dengan benar. hehe.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI