Skripsi dihapus menjadi kabar baik yang sudah lama ditunggu, setidaknya oleh para penghuni kampus yang setia. Apakah skripsi yang dijadikan tugas akhir sebagai syarat kelulusan selama ini bermanfaat?
Jawabannya, bisa iya dan bisa tidak. Sangat tergantung dari efek skripsi bagi mahasiswa yang mengerjakannya.Â
Bagi sebagian besar mahasiswa, mengajukan skripsi bukan perkara mudah. Jika memakai rumus persamaan, mungkin sama sulitnya dengan mengajukan lamaran pada seorang gadis.Â
Lantas, apakah menghapus kebijakan skripsi menjadikan kualitas lulusan semakin rendah? bisa jadi! Namun dari itu, kebiajakan yang diambil universitasb terkait pengganti skripsi akan menjadi tolak ukur kualitas lulusan.
Esensi skripsi
Keberadaan skripsi selama ini bukan hanya menambah beban mahasiswa semata, rak-rak di perpustakaan terus dipenuhi dengan tumpukan skripsi yang hanya dibaca sesekali saja.
Mahasiswa yang rajin membaca mungkin akan berkunjung ke pustaka untuk melihat judul-judul skripsi yang menarik. Siapa tahu dengan membuka skripsi para senior, ada ide menarik yang datang untuk dijadikan judul berikutnya.
Untuk mampu menulis skripsi, mahasiswa perlu mengambil mata kuliah seperti metode penelitian dan beberapa mata kuliah pendukung. Dengan begitu, mereka bisa menakar dan menimbang judul skripsi ditinjau dari keberadaan referensi.
Persentase mahasiswa yang benar-benar memahami esensi skripsi tidak lebih besar dari mereka yang sekedar ingin menyelesaikan kuliah. Akibatnya, pengajuan judul skripsi lebih kepada hasrat menamatkan kuliah.
Artinya, jika ingin menakar seberapa bermanfaat skripsi bagi mahasiswa. Harus ada standar penilaian yang benar-benar menggambarkan indikator berupa angka yang mudah ditafsirkan.
Dengan kata lain, jika ada 50 lulusan dari satu jurusan, apakah 50 skripsi yang dihasilkan berdampak positif bagi mahasiswa tersebut dan sejauh mana efek skripsi yang dihasilkan berdampak positif bagi permasalahan yang dikaji.
Efek positif skripsi jelas ada! mahasiswa terlatih untuk berpikir kritis dan terasah skil menganalisa data dan interpretasi angka. Bagi mahasiswa yang beruntung mendapatkan pembimbing yang baik, banyak ilmu baru yang diwariskan.
Meskipun demikian, kita tidak bisa menafikan bahwa di lapangan ada oknum dosen yang tidak benar-benar membimbing. Belum lagi perbedaan pendapat antar pembimbing yang tidak jarang membuat mahasiswa semakin terpuruk.
Alhasil, mahasiswa yang kuat mentalnya dan memang memiliki kapasistas intelektual yang cukup akan bertahan dan pada akhirnya mampu menyelesaikan skripsi.
Bagaimana dengan mereka yang bermental pas-pasan?Â
Nah, mahasiswa yang sangat terbatas kemampuan akademiknya condong mencari jalan pintas untuk bisa cepat selesai. Judul-judul yang dianggap memudahkan akan dipilih dan diajukan kembali dengan merubah subjek penelitian.
Jika beruntung judul disetujui saat sidang proposal, maka rujukan skripsi para senior menjadi alternatif. Pada tahap ini, esensi skripsi boleh jadi tidak memberi dampak positif bagi mahasiswa yang mengerjakannya.
Pengganti skripsi
Skripsi dihapus memberi angin segar bagi mereka yang sejatinya berharap cepat selesai. Makanya, kebijakan baru ini bukan mustahil menjadi bumerang bagi kualitas lulusan kampus jika tidak ditanggapi dengan baik.
Menjaga kualitas lulusan jelas tidak mudah. Kalau dengan skripsi saja masih banyak lulusan tidak berkualitas, bagaimana kedepannya tanpa skripsi?
Kampus perlu berpikir bagaimana caranya mahasiswa mampu menyelesaikan kuliah tanpa hambatan, namun tetap siap bersaing secara kualitas.
Tugas akhir antar jurusan
Di setiap kampus ada beberapa jurusan yang memang dijadikan prioritas. Misalnya, ada kampus yang terkenal karena jurusan pertaniannya dan ada kampus lainnya tersohor karena jurusan tehnik mesin.
Kalau tugas akhir mahasiswa disilangkan antar jurusan, mungkinkah mahasiswa jauh lebih kreatif?Â
Sebagai permisalan saja, jurusan pertanian dan tehnik mesin saling berkolaborasi untuk melakukan inovasi terkini dengan berfokus pada masalah yang dihadapi masyarakat.
Contohnya, tugas akhir untuk kedua jurusan ini dilakukan kolaboratif melibatkan 3-5 mahasiswa. Jadi, akan ada perpaduan ilmu secara teoritis dan praktis.
Mahasiswa pertanian fokus pada aspek teoritis dan mahasiswa tehnik mesin berpikir kreatif untuk menciptakan alat yang memudahkan petani untuk menghasilkan pupuk.
Jika mahasiswa pertanian memakai kemampuan akademiknya untuk meracik bahan alami guna diteliti sebagai sumber pupuk, maka mahasiswa tehnik mesin mengarahkan sisi akademiknya untuk memungkinkan pengolahan pupuk dalam skala besar.
Dengan memadukan dua cabang ilmu dari jurusan berbeda, efek tugas akhir berbentuk project-based akan lebih berdampak positif bagi masyarakat. Mahasiswa mendapatkan ilmu dengan saling bertukar ilmu, solusi yang aplikatif bisa langsung diterapkan.
Contoh lain, mahasiswa jurusan biologi dan kimia bisa bekerjasama untuk menemukan solusi menangani sampah dengan menggabungkan dua ilmu sekaligus.
Mahasiswa dari jurusan kimia mendalami bahan kimia yang efektif digunakan untuk penaganan sampah, sementara mahasiswa biologi dapat mempelajari tanaman tertentu yang kandungannya efektif untuk bahan baku penanganan limbah.Â
Intinya, persilangan ilmu sangat penting dilakukan untuk menemukan metode penanganan masalah yang lebih terampil dan solutif. Dengan saling bekerjasama, mahasiswa bukan hanya terasah daya pikirnya, namun terjalin keakraban antar sesama.
Memudahkan mahasiswa dengan bekerja dalam sebuah tim memungkinkan mereka untuk membangun iklim penelitian yang mengedepankan pertukaran ilmu dan penemuan hal baru yang sebelumnya terbelenggu aturan baku.
Dosen-dosen yang ditunjuk untuk membimbing mahasiswa dari beberapa disiplin ilmu juga sebaiknya memiliki kualitas akademik yang relevan.Â
Nantinya, para mahasiswa yang terlibat dalam satu proyek penelitian ini bisa mempresentasikan penemuan mereka di depan panelis atau para peneliti yang sudah ditunjuk pihak kampus.Â
Penilian tugas akhir besama ini hendaknya dititikberatkan pada kemampuan mahasiswa untuk menghasilkan sebuah inovasi baru yang solutif. Sekiranya sisi penulisan masih kurang, maka tidak menjadi penghalang mahasiswa untuk lulus.
Akan lebih baik lagi jika pihak kampus terlebih dahulu membentuk tim ahli dari setiap jurusan untuk kemudian disandingkan dengan pakar dari jurusan berbeda.
Tim ini nantinya membuat gambaran besar arah penelitian yang bisa dilakukan oleh mahasiswa antar jurusan. Maknanya, arah penelitian berupa topik pilihan akan mematik daya pikir mahasiswa dari awal.Â
Iklim penelitian dalam kampus juga dengan sendirinya akan terbuka lebar. Para ahli dalam satu bidang sangat mungkin disilangkan dengan bidang lain yang relevan dalam konteks keilmuan.Â
Daripada mahasiswa dibebankan untuk kerja sendiri dengan kemampuan penelitian yang masih lemah, kenapa mereka tidak disatukan dalam tim untuk menimba ilmu yang lebih luas?
Mahasiswa boleh jadi terbuka wawasannya akan hal baru dan terpacu untuk berpikir kreatif. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H