Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Benarkah Smart Trafic Solusi Tepat Mengatasi Kemacetan?

9 Juli 2023   15:16 Diperbarui: 10 Juli 2023   08:00 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Smart traffic | Sumber: freepik.com

Zaman sudah berubah dan pola pikir juga bergeser. Kecerdasan buatan lebih dihargai ketimbang kecerdasan alami. Manusia itu unik dan selalu mencari jalan pintas.

Sumber kemacetan sebenarnya adalah ulah tangan manusia, dari kebijakan yang tidak jelas sampai ketamakan yang tidak berkelas. Terdengar lucu, tapi begitulah adanya. 

Manusia itu selalu ingin berlebih. Tidak cukup satu motor, beli satu lagi. Lalu ganti mobil dan tambah lagi. Kemudian, jalan diperlebar untuk memperlancar lalu lintas. Begitu seterusnya dan seterusnya...

Volume kendaraan tiap hari bertambah karena kebijakan mendapatkan motor dan mobil semakin mudah. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin kelihatan kaya. 

Tidak cukup sampai disana, keinginan akan motor jenis baru semakin menambah koleksi yang sebenarnya hanya untuk bergaya. Sama halnya seperti keinginan membeli mobil baru.

Ketika jalanan semakin padat, ruas jalan dilebarkan lagi. Kesannya melancarkan lalu lintas, padahal tidak lebih dari sebuah solusi semetara.

Kini, manusia sudah kelewatan cerdas. Akibatnya, solusi kecerdasan alami tidak lagi mendominasi. Walhasil, muncullah kecerdasan buatan yang katanya lebih keren.

Kecerdasan buatan ini mampu mengumpulkan data lebih cepat, menganalisa masalah dan menemukan solusi yang tepat. Akhirnya, dengan penuh harap kemacetan bisa berkurang.

Ya, begitulah kerja kecerdasan buatan. Transaksi jual beli kendaraan baru terus digenjot dan kemudian dicarikan solusi tepat sasaran. Ibaratnya, menabur ikan sebanyak-banyaknya ke dalam sebuah kolam besar, lalu ikan-ikan itu diharap tidak saling bertabrakan.

Memang, manusia itu unik.  Kecerdasan alami yang sudah ada tidak dikedepankan. Buktinya, membatasi jumlah kendaraan jelas tidak lebih diutamakan sebagai solusi jangka panjang. 

Malah, kecerdasan buatan lebih dikedepankan. Pada kenyataannya, kecerdasan buatan ini adalah produk dari kecerdasan alami otak manusia. Hanya saja, manusia tidak efisien berpikir dalam waktu cepat dengan hasil yang relatif tepat. Apakah benar?

Intelligent Traffic Management System (IMTS)

Inti pada penggunaan teknologi kecerdasan buatan adalah sensor pergerakan (movement). Artinya, kalkulasi pergerakan kendaraan dijadikan data untuk menghasilkan solusi.

Teknologi, secanggih apapun itu, tetap saja memiliki kelemahan. Sistem manajemen lalu lintas berlandaskan kecerdasan buatan memang terkesan efektif untuk menanggulagi kemacetan skala besar di kota seperti Jakarta.

Namun, sensor melalui kamera juga rentan untuk diambil alih pihak yang memiliki kepentingan. Ini bermakna, data volume kendaraan suatu negara akan sangat mudah dikuasai negara lain jika tidak diproteksi.

Dari segi keamanan, penggunaaan kecerdasan buatan bukan mustahil melahirkan masalah baru yang lebih kompleks untuk keamanan negara jangka panjang. 

Apakah negara mampu menjamin data yang dikumpulkan tidak menjadi konsumsi pihak tertentu? rasanya sulit berasumsi positif jika setingkat keamanan identitas kartu penduduk saja masih rawan dibobol.

Bergantung pada teknologi sah-sah saja dilakukan. Apalagi, era kecerdasan buatan memungkinkan banyak hal baru diterapkan untuk efisiensi anggaran. 

Pertanyaannya, apakah kecerdasan buatan jauh lebih baik dari kecerdasan alami?

Misalnya, mana lebih bijak antara membatasi jumlah kendaraan atau terus membebaskan siapa saja menumpuk kendaraan dalam rumah?

Negara memang diuntungkan saat volume kendaraan meningkat. Khas negara bertambah, jumlah pembayar pajak meningkat dan tingkat korupsi semakin meninggi. 

Jika dipikir-pikir, sebetulnya manusia itu senang mencari masalah dengan menambah masalah. Untung besar penjualan kendaraan tidak membawa dampak positif pada hajat manusia secara masif. 

Misalnya, pemerintah membatasi satu keluarga hanya boleh memiliki dua kendaraan bermotor saja. Bukankah volume kendaraan mampu dibatasi pertahunnya?

Tentunya ini bukan solusi tanpa mengedepankan perbaikan transportasi publik. Pola pergerakan manusia itu kompleks seiring bertambahnya hajat.

Sebagai contoh, satu keluarga yang terdiri dari suami istri pekerja membutuhkan pergerakan berbeda. Belum lagi anak yang sekolah di tempat berbeda dengan arah tujuan berjarak jauh.

Oleh karenanya, solusi akan kemacetan tidak serta merta hanya bertumpu pada bagaimana mendapati data pasti jumlah pergerakan melalui sensor kamera yang diolah oleh kecerdasan buatan.

Untuk mengkaji lebih dalam dan terukur, peran kecerdasan alami haruslah mendominasi. Data dari dinas sosial, badan statistik dan dinas perhubungan perlu dipetakan.

Sehingga, kebijakan yang dibuat bukan sekedar untuk melerai kemacetan. Namun, bagaimana sebuah kebijakan bisa mempermudah banyak hal secara efektif dan efisien.

Jangan sampai, sebuah kebijakan hanya menguntungkan satu pihak dan memberi kerugian lebih banyak. Terbukti, volume kendaraan hanya memperparah keadaan selama bertahun-tahun.

Jarak tempuh dekat menjadi jauh dan konsumsi bahan bakar semakin meningkat. Belum lagi berapa banyak waktu terbuang di jalanan, polusi udara yang terus memburuk. 

Akar permasalahan dari kemacetan adalah volume kendaraan yang tidak dibatasi. Padahal, meningkatkan jumlah transportasi publik dan memperbaiki efisiensi penggunaan transportasi publik jelas lebih masuk akal untuk dipacu.

Kenapa ini tidak dimaksimalkan? apakah manusia tidak lagi lebih pintar dari kecerdasan hasil buatannya?

Jawabannya boleh jadi karena faktor ketamakan berlebih. Pada akhirnya, manusia bukan mencari solusi untuk memperbaiki keadaan. Sebaliknya, solusi yang dicari hanya cara instan yang terkesan efektif.

Kecerdasan buatan mampu mencerdaskan banyak orang dalam waktu singkat. Setidaknya dengan cara instan dan tanpa perlu berusaha lebih. 

Ya, tidak ada yang tidak mungkin dilakukan saat ini dengan peran teknologi buatan. Bahkan, produk kecerdasan buatan mampu membuka lowongan pekerjaan yang belum pernah ada puluhan tahun yang lalu.

Hanya saja, efek kecerdasan buatan yang tidak dikelola dengan bijak kedepannya akan menghasilkan masalah yang belum pernah ada sebelumnya. 

Masalah-masalah ini boleh jadi kembali membutuhkan kecerdasan alami manusia yang tidak lagi digunakan dengan bijak saat ini. Jalan pintas boleh saja mempercepat, tapi hakikat perjalanan ada pada sebuah kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun