“Protect the time and space in which you write. Keep everybody away from it, even the people who are most important to you.” -Zadie Smith
Tidak semua orang mau menulis dan tidak semua tulisan wajib dibaca. Antara menulis dan membaca seperti sebuah magnet yang menarik sebuah benda di sekitarnya. Dengan membaca, sejatinya kita tertarik untuk menulis.
Ketika saya berkunjung ke toko buku beberapa hari yang lalu, saya menemukan berbagai jenis buku. Ada diantaranya ditulis oleh penulis ternama, dan ada juga yang namanya belum pernah saya dengar.
Perkara siapa yang menulis itu urusan kedua. Yang paling penting adalah isi dari sebuah buku. Walaupun, pada kenyataannya ketenaran seorang penulis juga berdampak pada ketertarikan pembaca untuk membeli karyanya.
Karya berbentuk buku yang dihasilkan seorang penulis adalah buah kerja keras mereka. Konsisten menulis adalah kunci utama. Tidak ada penulis yang bermalas-malasan, lalu karyanya tiba-tiba terpampang di toko buku. Itu hanya mimpi yang tidak mungkin terwujud!
Konsisten menulis memberi dampak besar bagi seorang penulis. Terkadang, walaupun hanya menulis 30 menit per hari secara konsisten, hasilnya malah diluar dugaan.
Saat seseorang mampu membangun kebiasaan menulis secara konsisten, secara tidak sadar ia juga melatih disiplin memanfaatkan waktu. Perlahan namun pasti, kebiasaan menulis berubah menjadi aktivitas rutin yang boleh dikatakan menyenangkan.
Menulis tentu saja tidak bisa dipaksakan pada setiap orang. Dalam 1.000 orang, belum tentu ada 10 orang yang tertarik untuk menulis. Makanya, sangat wajar jika jenis buku yang kita temukan masih sangat terbatas secara tema.
Seberapa banyak orang yang mau meluangkan waktu untuk membaca?
Coba sesekali perhatikan di lingkungan sekitar kita, mana lebih banyak pembaca atau penulis? secara kasat mata kita bisa menerka bahwa persentase lebih dominan pembaca.
Dalam sebuah komunitas seperti grup WA, apakah terdapat satu penulis? secara pasti, tidak mudah menjawabnya!
Di beberapa kesempatan, saya sering mengobservasi teman-teman yang mengajar di sekolah dan kampus. Kebanyakan dari mereka tidak menulis. Saya tidak meragukan kemampuan menulis yang mereka miliki, tapi kemauan menulis boleh jadi.
Setiap orang mampu menulis jika mau. Kemampuan menulis dimulai dari sebuah kemauan. Sayangnya, orang-orang dengan potensi ilmu berlimpah jarang yang mau menulis. Akibatnya, ilmu mereka sekedar menetap pada dirinya.
Dalam konteks akademik, saya juga sangat sering memperhatikan bagaimana dosen kelabakan ketika diminta untuk menulis artikel berbentuk jurnal ilmiah.
Ada yang terang-terangan minta nebeng sebagai penulis kedua atau ketiga. Tujuannya satu, yaitu agar ketika terpublikasi, namanya ikut nimbrung disana. Sungguh menyedihkan!
Anggapan menulis itu sulit mudah untuk dipatahkan. Ketiadaan kemauan untuk menulis jelas menjadi hambatan utama banyak orang. Makanya, pendidik yang tidak mau repot selalu memakai jalan pintas.
Pola naik jabatan dengan angka kredit dari tulisan melahirkan banyak tulisan palsu. Artinya, penulis yang benar-benar menulis hanya satu, satunya lagi sekedar titip nama. Lalu, apa fungsinya sebuah tulisan?
Ya, itu berlaku bagi semua orang. Bagi mereka yang masih menghargai jerih payah dan ilmu, kemauan untuk menulis membentuk kemampuan menulis yang terasah.
Intinya, konsisten menulis!
Apakah kita termasuk salah satu dari orang yang konsisten menulis? semoga saja! Sebagaimana petani yang rajin menanam, suatu saat pasti tiba masa panen.
Penulis yang konsisten menulis suatu masa akan memetik hasil. Namun, hasil menulis tidak harus berupa buku. Kadangkala manfaat yang dipetik oleh pembaca melebihi manfaat sebuah buku.
Tulisan simpel sarat makna meninggalkan kesan dan pesan bagi banyak orang. Jadi, sebuah tulisan yang mungkin saja terlihat biasa saja mampu memberi semangat bagi seseorang yang sedang terpuruk.
Banyak pengalaman hidup yang bisa dikisahkan melalui tulisan. Kisah perjalanan yang pada akhirnya menjadi pelajaran hidup bagi orang lain. Bahkan, sebuah musibah yang dialami seseorang bisa menjadi motivasi untuk bangkit bagi mereka yang putus asa.
Konsisten menulis tidak mengenal tempat, tapi ia memilih siapa yang mau. Jika menunggu mampu, sampai kapan pun kita tidak akan menulis. Mulai dengan kemauan dan baru kemudian jadikan sebuah kemampuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H