Rasa syukur (gratitude) membawa banyak dampak positif bagi seseorang. Tanpa bersyukur, dorongan untuk terus memiliki akan menggebu-gebu. Jadi, rasa syukur secara tidak langsung menjadi 'rem' pencegah seseorang untuk diperbudha oleh nafsu.
Hidup ini selayaknya perlu disyukuri. Sekecil apapun itu, rasa syukur harus ditanam dalam diri kita. Kenapa perlu bersyukur? karena jiwa yang tidak bersyukur pada hakikatnya melawan energi yang dihasilkan alam.
Mungkin sebagian kita pernah mendengar hukum tanam tuai, atau lumrah dikenal dengan sebutan sebab-akibat. Apa yang kita lakukan (tanam) akan mengarahkan pada apa yang bakal kita dapatkan (tuai).
Orang yang selalu mudah menyalahkan orang lain kerap dihampiri masalah. Sedangkan mereka yang rajin mengevaluasi diri akan terus belajar dan menjadi pribadi yang cerdas.
Pernah melihat nasib orang yang sering mengeluh? hidup mereka condong berputar di tempat yang sama. Apakah ini sebuah kebetulan? tidak! apa yang mereka tanam, itulah yang mereka tuai.Â
Pada hakikatnya, sering mengeluh menyebabkan keluarnya energi negatif dari tubuh. Makanya, orang-orang yang berada di sekitar orang yang sering mengeluh akan ketularan sifat yang sama.
Berbeda dengan mereka yang memilih untuk bersyukur. Alam akan bekerja untuk membuka jalan terbaik. Saat bersyukur, tubuh mengeluarkan energi positif. Energi positif mengundang energi positif lainnya yang berada di sekitar.Â
Sama halnya ketika seseorang rajin membantu orang lain dengan ikhlas, tanpa disadarinya alam mengalirkan energi positif kembali padanya dalam bentuk berbeda.
Tidak heran, nasib baik kerap menjumpai orang-orang dengan kepribadian positif. Ada saja keberuntungan yang didapat, baik dengan perantara orang sekitar atau bahkan dari jalan yang tidak terbayangkan.
Apakah semua ini terjadi tanpa sebab? lagi-lagi, tidak! energi yang dikeluarkan tubuh manusia akan berjalan beriringan dengan alam semesta. Bahkan, pikiran positif memiliki dampak kesehatan bagi tubuh, sebaliknya pikiran negatif mengundang banyak masalah.
Beryukur akan segala nikmat, besar atau kecil, perlu dilatih terus menerus setiap hari. Kadangkala, manusia mudah lupa dengan nikmat yang lebih berharga seperti kesehatan, waktu luang, dan yang paling besar keimanan.
Bayangkan, betapa ruginya manusia ketika sakit, tidak mampu bekerja dan menghasilkan uang. Ya, itu yang sering dipandang oleh manusia. Padahal, rasa sakit sekalipun perlu disyukuri dengan bijak.Â
Ada orang yang karena sakit selamat dari kejahatan, ada yang karena sebuah musibah terhindar dari malapetaka yang lebih besar. Intinya, penglihatan manusia itu sangat terbatas dan tidam mampu menerka masa depan.
Oleh karenanya, rasa syukur haruslah ditanamkan sejak kecil. Tidak perlu bersyukur untuk hal-hal besar, mulailah dengan beryukur akan nikmat bernafas secara gratis, nikmat waktu luang, nikmat kebebasan beribadah.
Jika tidak mampu, berkunjunglah untuk melihat betapa mahal harga tabung oksigen bagi mereka yang sedang sesak nafas. Betapa berharga waktu luang bagi seorang ayah yang berangkat pagi dan pulang tengah malam. Betapa berharganya kebebasan beribadah bagi mereka yang hidup di negeri dengan ancaman.
Kita mungkin saja sedang berada pada posisi yang sangat diidam-idamkan oleh orang lain. Sayangnya, hasrat berupa keinginan yang tajam kerapkali mendahului akal sehat, sehingga mata mudah tertutup dan hati menjadi buta.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H