Cuaca panas saat ini sedang menghantui kawasan Asia tenggara, Indonesia termasuk di dalamnya. Sementara itu, laju populasi dunia juga berubah drastis.
Laju populasi dan perubahan cuaca adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Sekilas memang tidak terlihat signifikan, namun dalam jangka waktu lama dampaknya akan terasa seperti butterfly effect.
Pergerakan populasi dunia yang menumpuk pada kawasan perkotaan membuat sumber daya alam terkuras secara tidak merata. Sebagai contoh, kebutuhan akan makanan dan minuman jauh lebih besar di perkotaan ketambang kawasan pedesaan.
Lalu, apa kaitannya dengan pemanasan global? baik, mari kita bahas lebih detil. Faktor mobilisasi penduduk tergantung pada ketersediaan pekerjaan dan kebijakan. Dalam hal ini, unsur politik jelas memiliki peran penting.
Seiring berkembangnya kota-kota besar di dunia, banyak lowongan pekerjaan yang lebih menjanjikan hadir di pusat kota. Penduduk pinggiran kota dan kawasan pedesaan dengan sendirinya tergerak untuk mencoba keberuntungan di kota besar.
Penumpukan penduduk pada satu kawasan secara tidak langsung merubah tatanan kehidupan. Kebutuhan akan air bersih meningkat sehingga penyusutan debit air terjadi dengan cepat.
Perlahan namun pasti, ketersedian air di bawah tanah berkurang karena pola pengambilan air secara masif tanpa kontrol melalui kebijakan.
Lahan yang sempit di kawasan kota memberi ruang terbatas untuk penanaman pohon-pohon besar. Ditambah dengan pola membangun rumah tanpa taman, sehingga penyerapan air melalui tanah tidak efisien.Â
Hal ini tanpa kita sadari menyebabkan suhu bumi terus berubah. Jumlah pohon yang terus berkurang bersebab pembukaan lahan baru dan komplek perumahan juga merubah ekosistem sekitar.
Flora dan Fauna yang sejatinya membantu menyeimbangkan suhu bumi kian menipis. Suhu panas ekstrem yang dirasa saat ini bukan mustahil bertambah parah kedepannya.