Nenek memiliki mesin penggilingan padi yang lumayan besar. Seingat saya, hanya ada dua atau tiga penggilingan padi sekecamatan kala itu. Salah satu kegiatan yang paling menyenangkan adalah menjemput padi-padi penduduk ke rumah-rumah menggunakan mobil pickup.Â
Melihat tumpukan karung padi di setiap rumah penduduk, menyaksikan satu per satu karung besar memenuhi bagian belakang mobil. Saya dan beberapa lainnya duduk di belakang dan mencium aromi padi yang masih segar di sepanjang perjalanan.
Proses penggilingan padi sampai menghasilkan beras menjadi tontonan masa kecil yang sangat memberi bekas.Â
Keseruan menyaksikan sekam padi berterbangan menumpuk seperti gunung kecil sungguh tidak pernah bisa ditukar dengan permainan pada jenis smartphone manapun.Â
Suasana kampung halaman kini sudah tak sama lagi. Ikan-ikan segar jarang dijumpai menghiasi persawahan. Mungkin mereka sudah terusik dan mulai mencari tempat tinggal baru yang lebih sehat.
Penyakit yang dulunya tak pernah didengar, kini menyapa penduduk. Keberadaan sepeda motor membuat pergerakan berkurang, ditambah pemakaian pupuk kimia dimana-mana.Â
"kalau tidak pakai pupuk kimia, hasil panen berkurang" begitulah kepercayaan mayoritas. Entahlah! yang jelas serangan hama semakin beragam, membuat petani kalang kabut.Â
Seingat saya, dulu para petani masih bermodal kepercayaan mengikuti tradisi bercocok tanam yang diwarisi turun temurun. Mungkin saja keberkahan sudah berkurang karena mahkluk hidup lain banyak yang tersiksa akibat keserakahan.Â
Hasil alam sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan atau kebutuhan yang sudah melampaui batas? sulit untuk menjawabnya! yang jelas, alam kelihatan tidak bersahabat lagi; cuaca bertambah panas, air mulai berkurang, sampai kasih sayang antar sesama pun perlahan menghilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H