Rejeki memang sering dipahami dalam bentuk uang dan harta. Dikala miskin, orang berpikir rejekinya berkurang, saat kaya banyak yang beranggapan sedang ketiban rejeki.
Padahal, tingkatan rejeki itu berbeda-beda. Harta dan uang hanyalah bagian dari rejeki. Anak yang shalih dan shalihah juga rejeki, sama seperti kesehatan yang juga merupakan rejeki tak terbayar.
Ada satu rejeki yang jarang disyukuri orang, yaitu kemampuan beribadah. Sebenarnya, hati yang tergerak untuk beribadah itu satu hal yang wajib kita syukuri setiap hari.
Terlebih, saat orang terlelap kita mampu memaksakan diri membaca Al-Quran. Ketika yang lain tidak tergerak ke mesjid, kita berusaha bangkit untuk shalat berjamaah. Itu semua rejeki tak terhingga.
Lihatlah, betapa banyak orang yang bisa mendengar azan, tapi coba hitung berapa yang mampu ke mesjid. Semua punya telinga, tapi hanya beberapa yang hatinya tergerak.
Bukankah semua kita punya Al-Quran? ya, setidaknya mayoritas muslim menyimpan Al-Quran satu di dalam rumah. Meskipun demikian, berapa banyak yang rutin memegang dan membacanya?Â
Belum lagi ada yang ringan tangan membantu, menyedekahkan harta mereka tanpa diminta. Siapa yang menggerakkan hati mereka?
Jika Allah menghendaki kebaikan pada seseorang, ia menggerakkan hati mereka untuk melakukan kebaikan. Bisa jadi, ada rejeki orang lain melalui tangan kita. Bersyukurlah, ketika kita masih tergerak melakukan ibadah.Â
Sebaliknya, seberapa banyak orang yang memiliki harta berlimpah namun enggan berderma? mereka terus menumpuk harta dan tidak menyegerakan untuk membantu sesama.Â
Selama kita masih mampu berbuat kebaikan dan merasa mudah, maka bersyukurlah karena itu bagian daripada rejeki dari Allah. Tidak semua orang terpilih untuk melakukan itu.
Bersyukur tidak hanya ketika hidup kita lapang karena selalu ada uang. Bahkan, saat tidak ada apa-apa dan kita masih bisa mudah beribadah, beryukurlah.
Manusia kadang lupa, harta bisa lenyap dalam sekejap. Sementara kebaikan terus menyebar. Teruslah bersyukur walaupun hidup kita seadanya. Asalkan kita selalu lelap dalam kebaikan.Â