Pro dan kontra tentang kebijakan sekolah jam 5 pagi di provinsi NTT menyisakan tanda tanya. Benarkah sekolah jam 5 pagi akan lebih produktif? di sisi lain, akankah sebuah provinsi berhasil maju dengan mengawalkan jam sekolah?
Menjawab dua pertanyaan ini tidak mudah, terlebih ada beberapa variabel yang harus diperhitungkan. Pertama, dalam konteks kesuksesan, kedisiplinan tentu punya peran penting, namun perlu kajian lebih dalam sejauh mana dampak sekolah terlalu awal pada kesuksesan siswa.Â
Dulu, saat Covid mulai menyerang dunia, ada istilah learning loss, dimana pemberhentian belajar secara tatap muka berdampak pada hilangnya kemampuan belajar.Â
Jadi, sebuah kebijakan harus mempertimbangkan banyak aspek ketika ingin diimplementasikan. Misalnya, apakah siswa mampu untuk bangun lebih awal untuk menuju ke sekolah sat masih gelap.
Bukan hanya itu, latar belakang siswa juga harus diperhitungkan. Contohnya, mereka yang bertempat tinggal jauh dan juga harus membantu orang tua sebelum berangkat ke sekolah, apakah ada transportasi publik yang disediakan oleh pemerintah?
Mengeluarkan kebijakan mudah, namun membuat kebijakan yang relevan dan tidak meyusahkan orang banyak itu sulit. Mengubah wajah pendidikan dengan mengawalkan sekolah bukanlah sebuah solusi yang bijak.Â
Fasilitas Penunjang
Saya pikir, jika saja pemerintah NTT lebih dulu mengharuskan pekerja kantor masuk jam 5 pagi dan trasportasi publik disediakan secara gratis untuk anak sekolah, ceritanya akan sedikit berbeda.
Kalau anak murid diharuskan sampai ke sekolah dengan cara sendiri, maka kebijakan sekolah jam 5 pagi atau 5:30 sungguh memberatkan. Kenapa? karena ada jarak antara bangun pagi dan persiapan ke sekolah.Â
Tidak sedikit siswa yang memang 'harus' membantu orang tua terlebih dahulu, baik itu dari kalangan petani, nelayan, pedagang, dll. Artinya, mereka sudah secara by default membantu orang tua di waktu pagi.
Bayangkan saja, jika harus sekolah lebih dini, waktu untuk membantu orang tua sirna. Secara tidak langsung ini berdampak pada perekonomian keluarga.