Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Akankah Kecerdasan Buatan Menyerupai Manusia Asli?

23 Februari 2023   18:59 Diperbarui: 23 Februari 2023   19:22 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecerdasan buatan|freepik.com

Pada tahun 2021 Ray Kurzweil, seorang ilmuan komputer Amerika, memberi sebuah pernyataan bahwa kecerdasan buatan akan mampu menyerupai manusia pada tahun 2029.

Yang dimaksud dengan menyerupai manusia disini adalah memiliki tingkat kecerdasan (intelligence) setara dengan manusia. Begitulah prediksi yang diungkapnya di majalah Forbes. 

Kurzweil stated to Futurism, "2029 is the consistent date I have predicted for when an AI will pass a valid Turing test and therefore achieve human levels of intelligence"

Sebuah prediksi bisa saja mendekati benar. Ada tren dan analisa mendalam yang dilakukan oleh pakar komputer untuk membaca kemungkinan masa depan.

Dalam banyak hal, kecerdasan buatan tidak bisa dinafikan sudah memasuki banyak aspek kehidupan. ChatGPT adalah salah satunya dan beberapa lainnya tentu saja akan segera menyusul.

Era kecerdasan buatan memberi kemudahan dan kecepatan. Dua hal ini kerap dielukan oleh banyak pihak, tak terkecuali oleh generasi milenials. 

Aspek positif Kecerdasan Buatan

Meskipun secara kasat mata banyak hal positif yang bisa didapat, seperti analisa kesehatan dimana berguna untuk memprediksi jenis penyakit dengan cepat dan akurat, ada kekhawatiran berlebih yang mungkin saja terjadi kedepannya. 

Kita ambil contoh sisi positif lainnya, misal era driverless cars yang memungkinkan mobil tanpa pengemudi. Dengan bantuan kecerdasan buatan, manusia tidak lagi harus menyetir karena bahasa pemograman bisa mengambil alih kontrol kemudi.

Di beberapa negara maju, hal ini mulai diterapkan, walaupun masih dalam tahap ujicoba. Di masa depan, manusia tidak lagi melakukan banyak gerak.

Baiklah, kita bahas contoh lainnya, virtual assistant yang bisa dengan mudah menggambil alih pekerjaan manusia. Para CEO ataupun direksi perusahaan nantinya tidak perlu membayar mahal untuk memperkerjakan asisten yang harus menetap di kantor. 

Nah, itu tadi beberapa contoh aspek positif hadirnya kecerdasan buatan dalam lingkup kehidupan sehari-hari. Sekarang mari kita lihat sisi negatif yang bisa terjadi.

Aspek Negatif Kecerdasan Buatan

Kontrol pengawasan pada manusia yang berlebih. Saat kecerdasan buatan masuk dalam lini keamanan, pemakaian surveillance camera akan secara tidak langsung mengontrol gerak gerik manusia di luar batas. 

Perilaku manusia kedepannya akan ditentukan oleh tehnologi. Contohnya, penggunaan face recognition menjadi alternatif untuk perkantoran dan sangat mungkin di perumahan.

Artinya, secara keamanan terlihat meyakinkan, tapi pada aspek privasi sungguh meneganggkan. Anggaplah data seluruh muka manusia bocor karena sebab hackers, seluruh data penduduk dalam waktu singkat akan disalahgunakan.

Contoh lain, penggunaan unmanned underwater vehicles atau kendaraan bawah laut tanpa awak, robot, dan drone bukan tidak mungkin menghadirkan lubang besar antara manusia dan kecerdasan buatan yang ditanamkan.

Perang antar negara tidak lagi berkaitan dengan human to human, tapi bagaimana perlengkapan perang bisa dikontrol jarak jauh tanpa harus mengirim manusia ke dalamnya. 

Dalam hal mengikuti perintah, fungsi kecerdasan buatan bisa dengan mudah dikontrol. Kenapa? karena tidak ada perasaan yang harus dilibatkan disana.

Satu robot dengan kecerdasan buatan terpasang pada perangkatnya bisa dengan mudah mengikuti aturan penguasa. Dalih human right akan memungkinkan satu negara mengambil alih perang. 

Nah, pastinya kita tidak mengharapkan hal buruk seperti ini muncul, tapi semua ini sangat mungkin terjadi di era kecerdasan buatan. Perasaan bersalah hanya datang pada manusia, robot tidak akan mampu melakukannya.

Berikutnya, di masa depan gap pendapatan antara mereka yang menguasai dan mendapat akses teknologi dengan orang-orang yang terpaku pada hard skill seperti pemahat akan jauh berbeda.

Aktivitas seni juga segera masuk pada era kecerdasan buatan, dimana mesin-mesin akan dengan mudah menghasilkan produk kesenian. Alhasil, para seniman juga harus mengalah pada kecerdasan buatan.

Ya, begitulah era teknologi. Faktor kemudahan dan kecepatan memang membuat hidup serba cepat dengan cara instan, tapi ada banyak hal yang akan hilang, salah satunya adalah kepekaan antar sesama. 

Referensi bacaan [1]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun