Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kalau Bukan Pakar, Apakah Tidak Boleh Menulis?

15 Februari 2023   15:50 Diperbarui: 15 Februari 2023   16:06 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepakaran dalam menulis.www.freepik.com

Menulis adalah sebuah seni merangkai kata. Sebuah tulisan bisa menjadi media transfer ilmu bagi pembaca.

Akan tetapi, jika kita tidak memahami secara detil akan apa yang hendak ditulis, haruskah seseorang mengurungkan niat menulis?

Sejatinya, sebuah tulisan mampu menghadirkan manfaat. Namun demikian, manfaat dari sebuah tulisan tidak harus selamanya positif. Ada tulisan negatif secara isi bisa menjadi pelajaran bagi pembaca tertentu.

Memaknai Pakar

Pakar menurut KBBI bermakna (orang) ahli; spesialis. Sedangkan kepakaran merujuk pada bidang ilmu tertentu. Misalnya, orang yang paham ekonomi karena keilmuannya menjadi pakar pada bidang ekonomi.

Dalam dunia kedokteran, lumrah dikenal dengan spesialis. Ada spesialis paru-paru, THT, gigi, penyakit dalam, dan lainnya. Jadi, seseorang bisa menjadi pakar karena faktor keilmuan.

Secara formal, mereka yang mengenyam pendidikan bisa menjadi ahli saat sudah menyelesaikan S3. Tentu saja, itu secara teori. Pada praktiknya, ada orang yang juga ahli pada bidang tertentu karena faktor 'jam terbang'.

Sebut saja para petani yang puluhan tahun fokus pada satu jenis tanaman. Transfer ilmu yang didapat berasal dari kegiatan sehari-hari dari percobaan dan kegagalan, sehingga beberapa dari mereka betul-betul paham.

Tidak bisa dinafikan, ada gap antara pengalaman secara praktis dan teoritis. Keduanya memiliki sisi positif jika dinilai dari sudut pandang berbeda. Ahli secara teoritis tidak serta merta lebih paham secara praktik. Masing-masing juga punya sisi negatif. 

Nah, ketika menafsirkan kata "pakar", kita juga harus melihat dari beberapa dimensi. Mungkin saja ada orang yang sudah pakar secara pengalaman, namun tidak dianggap secara legalitas. 

Ada banyak ahli seperti ini. Mereka punya "jam terbang" yang mumpuni, akan tetapi mereka tidak memiliki pengakuan secara keilmuan karena tidak mengenyam pendidikan setingkat "pakar" dari gelar. 

Bolehkah menulis jika bukan pakar?

Nah, muncul satu pertanyaan, apakah jika tidak memiliki keilmuan secara pendidikan formal, apakah layak untuk menulis? 

Kalau apa yang ditulis memberi manfaat kepada orang banyak, kenapa tidak?. Meskipun demikian, jika sebuah tulisan mengandung sebuah opini berbungkus keilmuan, tentu saja lain ceritanya.

Ini bukan berarti tidak boleh beropini jika bukan pakarnya. Interpretasi pakar bisa menyempit dan meluas, sangat tergantung sudut mana yang ingin ditonjolkan.

Misalnya, ada orang yang secara pendidikan tidak memahami tentang kesehatan. Akan tetapi punya akses ilmu dengan membaca beberapa sumber kesehatan baik dari buku, jurnal penelitian atau artikel dari pakar.

Apakah orang seperti ini tidak boleh menulis? jika memang apa yang ditulis dipahami dengan baik tanpa menimbulkan persepsi yang salah, maka sah-sah saja untuk menulis.

Namun dari itu, perlu berhati-hati jika sudah menyangkut pemaparan tentang hal detil yang spesifik. Apalagi jika mengandung opini yang tendensius pada bidang keilmuan tertentu.

Sebuah tulisan pada hakikatnya mengandung sisi manfaat. Pembaca punya hak untuk menentukan apakah sebuah tulisan bermanfaat secara positif atau negatif.

Contoh sederhana, topik childfree bisa dituliskan dengan dua sudut pandang. Walaupun sebagai penulis kita menganggapnya positif, bagi sebagian pembaca sangat mungkin berkonotasi negatif. 

Tujuan dari sebuah tulisan bukan untuk memuaskan pembaca. Jadi, penulis hebat sekali pun belum tentu 100% mampu menghadirkan sisi positif pada pembaca. 

Oleh karenanya, faktor kepakaran memang penting menjadi acuan kualitas sebuah tulisan, namun tidak seharusnya menjadi penghambat seseorang untuk menulis. 

Akan lebih baik lagi jika tulisan yang masuk katagori Headline tersaring secara kualitas dan orgininalitas. Artinya, kredibilitas seorang penulis tersaji dalam kualitas tulisan.

Layaknya seorang koki yang punya kredibilitas akan jaminan rasa makanan yang dihasilkan. Bukankah seorang penulis juga harus mampu menjaga kualitas tulisan yang disajikan.

Sebelum mampu menjadi seorang 'pakar', pastinya ada lika liku proses yang harus dilalui. Jika seorang koki harus punya jam terbang tinggi dengan terus belajar memasak, hal yang sama berlaku pada seorang penulis. 

Teruslah menulis dan belajar agar suatu hari mampu memakai sabuk kepakaran.

Semoga bermanfaat!

[Masykur] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun