Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penjual Jajanan Anak Bayar SPP S-2 Pakai Uang Ribuan

7 Januari 2023   13:01 Diperbarui: 7 Januari 2023   17:04 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya punya kisah menarik tentang perjalanan hidup seorang teman yang layak untuk dituliskan.

Teman saya ini besar dari keluarga yang single parent, akan tetapi ia tidak menyerah dengan kerasnya hidup walau terpaksa harus mencari uang dengan caranya sendiri.

Ia bahkan sampai tiga semester pernah membayar uang spp kuliah S-2 nya dari uang hasil membuka sebuah kios kecil di sudut rumah. Uang ribuan berbalut plastik ia susun dan tanpa malu ia serahkan ke bagian akademik.

Awalnya, ia tak begitu yakin dengan profit yang bakal ia dapat dari hasil berjualan, namun karena tak ada pilihan lain ia tetap melanjutkannya.

Target pasarnya juga terbilang kecil, yaitu anak-anak pengajian yang memang setiap hari mengaji di sebuah mesjid sekitar rumahnya. Lambat laun, jumlah pembeli bertambah dari kalangan tetangga sekitar.

Dari penghasilan mingguan, ia memutarkan lagi untuk membeli jenis jajanan baru yang ramai peminatnya. Pemasukan juga bertambah hari demi hari.

Siapa sangka, dari sejumlah uang yang berhasil ia simpan akhirnya bisa dipakai untuk membiayai kuliah S2 nya sampai selesai. Tentu saja, menabung dari uang ribuan setiap harinya bukan sesuatu yang mudah dan meyakinkan.

Meskipun demikian, ketekunan dan kesabaran membuatnya sampai pada tahap ini. Semua membutuhkan proses, dari hal kecil yang spele menjadi sesuatu yang besar di kemudian hari.

Selesai kuliah S-1, ia mencoba mengadu nasib untuk bisa diterima sebagai PNS. Nasib tak memihak padanya, lima kali mencoba hasilnya nihil. 

Pada dasarnya, ia seorang guru. Sebagai seorang guru kontrak, gajinya cuma 300 ribu/tiga bulan. Uang bensin saja harus ditanggung sendiri dan saat menerima gaji harus dipakai untuk menutup pinjaman.

Tidak menyerah disana. Mengajar tetap ia lanjutkan selama lebih kurang tujuh tahun. Tidak ada berita baik untuk diangkat menjadi PNS. Pernah suatu ketika ada berita baik jika ia bisa diangkat karena sudah cukup mengabdi, akan tetapi itu hanya angin yang berlalu saja.

Untuk tetap menjaga semangat, ia mencoba untuk melamar pekerjaan lainnya. Sampai pada suatu ketika lamarannya diterima dan akhirnya menjadi seorang sales mobil.

Kemampuan menjual mobil tentu saja bukan keahliannya. Pernah beberapa kali ia hampir melakukan deal, namun nasib baik tidak menghampirinya.

Setahun sudah bergabung menjadi sales tanpa penjualan, akhirnya tiba gilrannya dipanggil atasan dan mendapat peringatan. Lucunya, ia tidak dipecat langsung sementara teman seangkatannya sudah tak lagi bekerja disana.

Nah, sembari tetap bekerja sambil menunggu berita pemecatan resmi, ia mencoba mengadu nasib lagi melamar menjadi PNS. Kali ini pilihannya jatuh pada sebuah lowongan kementrian.

Ketika pengumuman tiba, namanya tidak termasuk pada 10 peringkat atas. Secara angka, ia tak masuk kriteria pelamar yang diperhitungkan saat itu.

Aneh tapi nyata, walau tak masuk kriteria yang mencukupi nilai ambang batas, sebulan kemudian sebuah keajaiban datang. Nilai ambang batas diturunkan, alhasil namanya kembali masuk dalam daftar kelayakan.

Tes selanjutnya pun diikuti sampai pada tahap wawancara akhir. Kali ini nasib baik menghampirinya, ia lolos dan diterima sebagai salah satu PNS di kementrian, tepat seminggu kemudian surat pemecatan pun datang.

Perjalanan hidup yang berliku memberi banyak pelajaran baginya. Termasuk diantaranya tidak menyerah pada nasib buruk dan tetap yakin untuk mencoba apapun yang mungkin dicoba dengan penuh semangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun