Kadangkala, ketertarikan pada satu mata pelajaran menjadikan siswa lebih fokus dan terarah ketimbang pada mata pelajaran yang bukan menjadi minat mereka.Â
Oleh karena itu, kemampuan siswa pada pelajaran favorit akan sangat berbanding terbalik dengan pelajaran yang tidak disukai. Ini juga secara tak langsung membuat gap besar antara nilai pelajaran keduanya.
Siswa yang mendapatkan nilai tinggi identik dengan siswa cerdas, sedangkan mereka yang nilainya jelek mudah sekali dilebel malas atau bodoh.
Pada kenyataannya, siswa dengan nilai tinggi tidak selalu berujung pada pekerjaan baik. Ini memiliki indikasi tersendiri yang tentunya memiliki penafsiran tertentu.Â
Sebaliknya, siswa yang sering dianggap malas atau bodoh di sekolah ada yang malah berhasil dan sukses lebih dulu ketimbang siswa yang dulunya dianggap cerdas.
Jadi, sangat tidak elok jika guru memberi asumsi yang melekat pada siswa padahal waktu sekolah sangat singkat untuk menentukan pencapaian siswa kelak ketika mereka terjun pada dunia pekerjaan.
Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Cerdas atau tidaknya siswa bukanlah sesuatu yang harus dikedepankan. Lebih penting dari itu, semangat untuk belajar harus selalu ditanamkan kepada siswa terlepas dari kemampuan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H