Kemarin aku duduk menikmati secangkir teh, tak lama datang seorang anak menawarkan buah segar dalam keranjang. Hati berbisik ingin membeli, namun ia menghilang dalam kerumunan asap penikmat kopi.
Aku bangkit perlahan menuju kasir. Membayar teh yang telah kuhabiskan. Dari jauh ku pastikan apakah ia masih berada di sekitar. Mungkin saja ia belum beranjak jauh, sambil aku berpikir dan menaksir.Â
Benar saja, ia bergerak menuju ke arah mesjid. Disana aku memanggilnya dan menyodorkan dua lembar uang ke tangannya. Sengaja kulebihkan, sambil dalam hati berdo'a semoga saja buah yang ia bawa terjual habis.
Nafasku berhenti sejenak, dalam hati aku berkata 'kenapa begitu sulit orang membeli dengan niat membantu'. aku pun sadar, mungkin saja tak semua hati bisa terketuk apalagi jika harus berbagi.
Ya, bisa saja orang sedang takut resesi datang menyapa. Padahal, rejeki juga sudah tertata oleh sang pencipta. Bukankah mengulurkan uang kepada yang membutuhkan adalah bagian dari pengundang rejeki.
Hal yang ringan kadang terlihat berat jika hati sudah berkarat. Mata bisa jernih melihat, namun hati belum tentu peka untuk menerka. Ulurkan tangan pada mereka yang berusaha karena disana ada keberkahan yang siap datang menyapa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H