Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berubahnya Peran Guru dari Knowledge Dictator menjadi Knowledge Facilitator

9 Desember 2022   12:27 Diperbarui: 9 Desember 2022   14:04 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transfer ilmu saat ini tidak hanya berpusat pada guru semata. Informasi tanpa batas telah merubah nagivasi ilmu dari sebuah ruang tertutup menjadi area terbuka.

Setidaknya, ada beberapa dimensi ilmu yang terus berkembang mengikuti arus teknologi yang kian meruncing. Keberadaan smartphone juga secara tidak langsung memberikan nuansa baru pada dunia pendidikan.

Guru tidak boleh hanya berpaku pada buku pegangan saja, namun juga ditutut untuk bisa aktif mengembangkan keilmuannya dengan mengakses berbagai sumber pengetahuan lain yang relevan.

Jika dibandingkan dengan pola transfer ilmu  dahulu yang terbatas karena tersekat dengan dinding pemisah, saat ini jendela ilmu sudah tak lagi bersekat alias borderless.

Siswa sekolah dasar saat ini bisa saja lebih banyak mengetahui banyak hal, terkadang ilmunya lebih luas dari apa yang diketahui guru. Relevansi ilmu juga sudah semakin melebar, sehingga tuntutan pemahaman juga lebih meluas.

Guru harus Banyak Membaca

Karena terbukanya akses ilmu melalui smartphone, guru tidak boleh lagi hanya membaca satu atau dua buku yaang sesuai dengan apa yang diajarkan, lebih dari itu seorang guru sangat perlu meng-upgrade pengetahuan ke arah yang lebih luas. 

Kenapa ini penting? dengan bebasnya peredaran smartphone dewasa ini, pola pikir orang tua dan murid juga tanpa disadari terdisrupsi. Konsep ilmu dan pemahaman akan sebuah teori tidak lagi berstandar pada satu acuan

Ini membuat peran guru sedikit bergeser dari center of knowledge menjadi knowledge facilitator. Artinya, jika dulu guru hanya memindahkan isi buku ke kepala siswa, sekarang fungsi guru tidak lagi demikian.

Dalam konsep knowledge facilitator, seorang guru mesti menghadirkan nuansa kemudahan dalam akses ilmu dan juga membuka ruang transfer ilmu dari dua arah.

Misalnya, di era sekarang kita mengenal istilah collaborative learning, dimana peran guru tidak lagi 100% mentransfer ilmu dari apa yang dikuasai, namun memberikan kesempatan pada siswa untuk membuka jalur ilmu.

Siswa tidak lagi menyaring ilmu dari guru, namun bisa bekerja sama dengan siswa lain untuk membuka cakrawala ilmu. Nah, peran guru menfasilitasi terjadinya transfer ilmu.

Disini, guru tidak boleh sekedar mengetahui konsep keilmuan pada bidangnya saja. Guru harus mampu menempatkan diri sebagai penghubung ilmu layaknya connector. 

Oleh karena itu, guru mau tidak mau harus meng-upgrade pengetahuan sedikit lebih luas dengan cara memperbanyak membaca dan melebarkan bidang keilmuan ke hal-hal yang dianggap penting untuk dikuasai.

Kalau pertanyaan siswa dahulu kala hanya bertitik pada apa yang dibahas, keadaan saat ini jauh berbeda. Guru memang tidak selamanya dituntut paham dan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan siswa.

Namun demikian, sebagai facilitator, guru semestinya memahami arah pertanyaan dan bisa menfasilitasi pada jawaban yang harus dihadirkan dalam ruangan. Bisa saja siswa memiliki jawaban yang dimaksud, tapi guru haruslah menguasai medan peperangan.

Setidaknya, seorang guru harus dengan ikhlas menyediakan waktu 60 menit per hari untuk memperdalam bidang keilmuannya dengan cara membaca buku.

Apapun bidang keilmuanya, seorang guru harus berusaha untuk mencari akses buku, baik secara offline maupun online. Pastinya, ada banyak buku versi online yang sangat mudah diakses saat ini.

Selain itu, seorang guru juga paling sedikit bisa menyediakan 30 menit waktunya per hari untuk menguasai topik tertentu dengan tujuan menambah wawasan keilmuan.

Kalau hanya berharap pada buku pegangan, maka boleh dipastikan seorang guru akan ketinggalan jauh. Ibarat kapal yang sedang berlayar, nagivasi harus berfungsi dan seorang nahkoda harus selalu update perkembangan cuaca yang bisa sesekali membahayakan awak kapal dan penumpang.

Begitupula guru, nagivasi keilmuan haruslah tepat sasaran dan perkembangan ilmu harus terus dipantau agar tidak ketinggalan arah. Siswa sebagai peampung ilmu perlu diberikan wadah yang sesuai dengan kapasitas mereka.

Jangan sampai siswa membawa wadah besar tapi pada kenyataannya mereka hanya menampung sedikit ilmu setiap hari. Atau sebaliknya, guru membawa ilmu yang luas, namun siswa memiliki wadah yang kecil.

Selain memastikan wawasannya selalu terasah, seorang guru juga harus benar-benar  tahu secara pasti apakah siswa dan siswi yang diajari mampu menampung ilmu pada wadah yang mereka siapkan.

Artinya, dalam konteks transfer ilmu, seorang guru memiliki peran penting untuk memastikan apakah secara psikologis siswa siap menampung ilmu yang diberikan guru, jika tidak maka fungsi guru sebagai facilitator akan gagal.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun