Dalam sebuah buku yang berjudul Profit first, saya menemukan sebuah istilah yang menarik yaitu the survival trap. Saya memutuskan untuk menulis topik ini.
Survival trap kerap dilakukan oleh mereka yang menawarkan sebuah jasa. Sebagai contoh, seorang tukang ledeng yang sedang membetulkan pipa yang bocor melihat atap yang bocor di sebuah rumah.Â
Lalu, tukang ledeng menawari jasanya untuk membetulkan atap yang bocor tersebut. Pemilik rumah langsung mengiyakan karena meyakini sang tukang memiliki kemampuan untuk membetulkan atap.
Sebenarnya, si tukang ledeng tidak memiliki keahlian membetulkan atap, namun karena membutuhkan uang dan melihat kesempatan yang sedang ada, ia menawarkan untuk membetulkan atap.Â
Ada satu manfaat yang didapat tukang ledeng, ia bisa mendapatkan uang dengan cara cepat (easy money), tapi ada satu hal yang mungkin tidak diperhitungkannya, yaitu pengeluaran yang tak terduga (hidden cost).
Nah, satu alasan kenapa kata survival berpadanan dengan kata trap yaitu karena easy money akan mudah membutakan mata hati, sehingga fokus pada penghasilan yang bisa didapat dalam sekejap.
Kenapa saya ingin menuliskan hal ini? Karena saya dan mungkin anda yang membaca ini sering melihat perilaku ini pada mereka yang menawarkan jasa.
Survival trap sejatinya sangat berbahaya. Uang yang dihasilkan dengan cara ini akan membuat cacat kredibilitas seseorang. Pada contoh tukang ledeng di atas, ia pada dasarnya tidak memiliki kemampuan.
Modalnya hanya kepercayaan tuan rumah. Saat selesai memperbaiki atap, sang tukang ledeng langsung mendapatkan uang, tapi hasil kerjanya membetulkan atap bisa saja membuat namanya cacat.
Mengapa demikian? karena keahliannya bukan disitu, ia hanya memperbaiki sekedar saja sesuai apa yang ia pahami, lalu satu atau dua bulan kemudian atap kembali bocor.Â