Jalan-jalan di Indonesia dipenuhi dengan spanduk rokok. Ekspansi iklan rokok bukan hanya menciptakan efek jangka panjang dalam pikiran yang melihat, ada sisi psikologis yang ingin dikuasai iklan rokok.
Di Amerika, pada tahun 2019 jumlah uang yang digelontorkan untuk iklan rokok mencapai angka 8.2 juta milyar dolar. Sebuah angka yang fantastis bukan?
Bagaimana dengan Indonesia? tobaccowatch.seatca.org mencatat 8.6 trilyun Rupiah dibayar oleh perusahaan tobako untuk iklan roko di televisi, 1.9 trilyun berasal dari perusahaan Djarum.Â
Apakah perusahaan tobako terlihat bermain-main ketika mengeluarkan uang untuk iklan? Jelas tidak! mereka menargetkan generasi muda melalui image yang ditampilkan dalam iklan.
Lalu, seberapa banyak jumlah pajak yang didapat negara?
Indonesia memperoleh 10% dari hasil pajak rokok. Sebuah paper tahun 2020 berjudul A Policy Perspective on Tobacco Farming and Public Health in Indonesia, memaparkan sebuah fakta menarik.
Produksi daun tembakau mencapai angka 152,319Â ton pada tahun 2017. Pengeluaran biaya kesehatan mencapai 1.9 milyar dolar per tahun, ditambah 6.8 milyar dolar lainnya juga harus disiapkan sebagai biaya ekonomi yang harus ditanggung negara.
Satu hal pasti, pemerintah secara tidak langsung menganggap rokok sebagai 'pahlawan' penopang pendapatan negara. Betapa tidak, jumlah yang didapat dari rokok mencapai 143 trilyun pada tahun 2019.Â
Apa tujuan negara menaikkan biaya cukai rokok? Kita akui pemerintah mentargetkan penurunan perokok usia remaja dengan menaikkan pajak rokok, sehingga harga rokok akan naik.
Namun, pertanyaannya, apakah cara ini akan efektif dalam jangka panjang? kenapa tidak melarang iklan rokok yang jelas-jelas berefek buruk bagi yang melihat?
Regulasi dan kebijakan sejatinya harus berjalan seiringan. Jika pajak rokok dinaikkan, maka iklan rokok juga harus dimusnahkan. Lalu, berikan insentif bagi mereka yang berhasil berhenti merokok.