Banyak anak yang tidak memahami tata krama ketika berbicara dengan orang dewasa, sehingga mereka menganggap sama kosa kata yang harus digunakan. Tentu saja ini terjadi bukan tanpa alasan, kurangnya input kosakata yang menunjukkan kesopanan yang mereka dengar langsung dari orang-orang terdekat.
Secara tidak mereka sadari, anak-anak condong membawa gaya bicara yang mereka dengar dari hasil tontotan melalui youtube dan media sosial. Sayangnya, mereka tidak bisa memfilter mana yang kedengaran sopan dan mana yang tidak.
Contoh sederhana, pada tingkat mahasiswa, saya sangat sering menemukan bahasa yang tidak wajar digunakan ketika misalnya meminta ijin tidak masuk kuliah, menanyakan perihal kuliah atau hal-hal lainnya.
Pernah suatu ketika seorang dosen menemukan pesan WA dari seorang mahasiswa yang tidak memakai kalimat pembuka dan langsung menulis, "Pak, bapak di mana? Saya sekarang sudah d ruangan mau konsul."
Bagi mahasiswa bersangkutan, mungkin ia menganggap kata-kata yang ia gunakan sudah wajar, namun di sisi dosen kalimat seperti di atas sangat tidak sopan dan jauh dari kata wajar.
Apa yang dilakukan dosen kemudian? Ia lantas memanggil mahasiswa tersebut dan memberi ceramah singkat tentang tata krama menghubungi dosen.
Ada banyak contoh lainnya yang menunjukkan hilangnya tata krama dalam kehidupan anak-anak sekarang. Peran orangtua yang semakin minim dalam memberikan suri tauladan juga menjadi buah simalakama.
Kesibukan orangtua tidak boleh dijadikan dalih untuk membenarkan diri bahwa tata krama bisa didapat anak dari sekolah. Memang benar ada mendapat sedikit pelajaran dari buku-buku tentang tata krama.
Akan tetapi, apa yang mereka dapat dengan mendengar dan melihat langsung pastinya lebih melekat dan mendidik ketimbang belajar dari buku. Jika tidak memulai dari sekarang, maka kemungkinan anak-anak kita bisa saja tidak mengenali tata krama.
Mulailah dengan memberi contoh yang baik, memanggil anak dengan suara yang sopan dan tidak berteriak. Menyisipkan pesan-pesan tata krama saat membersamai anak bisa menjadi alternatif yang baik.
Misalnya tata krama saat makan, ketika lewat di depan orang banyak yang di dalamnya ada orangtua, meminta ijin kepada orangtua, dan lain-lain. Ini semua harus diwarisi anak melalui orangtua.