Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kenali Penyebab Kecil Bisnis Hancur Perlahan

1 Oktober 2022   15:31 Diperbarui: 4 Oktober 2022   10:20 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bisis jatuh perlahan.www.freepik.com

Bisnis yang dibangun tanpa sebuah alasan bisa perlahan mati karena hilangnya pelanggan. Merosotnya jumlah pengunjung sebenarnya terjadi karena satu alasan, yaitu ketiadaan unsur "WHY" ketika bisnis dibangun. 

Mari kita bahas lebih dalam. Dalam sebuah produk atau jasa yang ditawarkan sejatinya memiliki sebuah harga. Sebagai contoh sederhana, Jika ada dua toko melebel harga berbeda untuk sebuah produk, maka akan mempengaruhi jumlah pembeli pada kedua toko tersebut.

Yang akan membedakan profit yang didapat dari kedua toko ini adalah kualitas produk dan pelayanan. Nah, kebanyakan pelaku bisnis tidak memahami konsumen dengan baik. Artinya, profit hanya menjadi patokan utama dalam menjalankan bisnis.

Ketika pelaku bisnis tidak memahami dengan baik siapa konsumen mereka, sistem bisnis yang dijalankan akan amburadul. Hal ini bisa terlihat jelas dari kualitas produk yang ditawarkan dan pelayanan yang diberikan.

Memang, sekilas bisnis keliatan maju karena bisa saja jumlah konsumen membludak, tapi yang tidak disadari oleh pelaku bisnis adalah jenis konsumen yang datang bukan 'organic'. Jika pelaku bisnis tidak jeli membaca perilaku konsumen, perlahan tapi pasti jumlah pembeli akan turun drastis seiring datangnya kompetitor.

Pada saat pelaku bisnis tidak memahami siapa konsumen mereka, sebenarnya mereka juga tidak mengenali dengan baik siapa pekerja yang mereka pekerjakan.

Disinilah awal mula hancurnya sebuah bisnis. Sebuah alasan "MENGAPA" terkesan simpel, namun ada banyak filosofi dibelakangnya. Pelaku bisnis yang mengetahui siapa target konsumen mereka akan memperkerjakan orang-orang yang sejalan dengan tujuan bisnis mereka.

Sebaliknya, pelaku bisnis yang tidak memiliki alasan MENGAPA mereka membangun bisnis dan tidak memahami siapa target komsumen mereka, secara otomatis mereka memperkerjakan orang yang salah.

Jadi, misalnya di lima toko yang sama menjual produk yang sama dengan kualitas yang sama akan berbeda dari segi profit saat para pekerja memiliki sistem pelayanan yang berbeda.

Ambil contoh kecil saja, saat seorang pekerja membuka pintu dan tersenyum kepada pembeli, bukankah ini gerbang awal masuknya profit. Sayangnya, banyak pelaku bisnis yang tidak berhati-hati ketika menyeleksi pekerja mereka, akhirnya bisnis mereka bisa hacur digilas kompetitor yang lebih ramah.

Loyalitas pekerja tidak bisa dibentuk kecuali dengan alasan yang kuat MENGAPA mereka bekerja disana. Inilah alasan kenapa banyak pekerja yang tidak dilatih dengan baik dan terlihat judes. Apa yang kemudian terjadi dengan pekerja tipe seperti ini, mereka hanya akan mengirim konsumen ke toko lain hanya karena bermuka masam.

Sangat berbeda ketika pelaku bisnis punya alasan kuat ketika memulai bisnis dan memiliki target yang jelas siapa konsumen mereka. Dengan dua alasan ini pelaku bisnis akan merekrut pekerja dengan standar yang cukup baik dan memberikan pelatihan berkala.

Bisnis-bisnis yang sudah memiliki nama, seperti McDonald, A&W, KFC, dll memiliki standar akan siapa yang akan mereka pekerjakan, siapa target konsumen mereka dan produk jenis apa yang mereka tawarkan.

Makanya kita akan melihat standar pelayanan yang sama ketika memasuki gerai makanan yang memiliki konsep bisnis yang jelas. Bahkan, seorang teman manajer yang bekerja di KFC pernah bercerita ke saya jika ada satu lalat saja ditemukan didapur maka semua pekerja akan dievaluasi. 

Pada kasus pelaku bisnis pemula atau toko-toko kelontong standar pelayanan bisa tidak terukur dan terstruktur. Ini menjadi penyebab jumlah konsumen akan fluktuatif dan bisa saja menurun jika kualitas pelayanan tidak pernah dievaluasi.

Bagaimana seharusnya pelaku bisnis membuat keputusan?

Ketika sebuah bisnis berjalan seadanya tanpa alasan yang kuat dan memperkerjakan tipikal pekerja seadanya asal ada maka ini menjadi awal kehancuran bisnis. 

Konsep membangun bisnis ibarat membuat sebuah blueprint agar mampu melihat jauh kedepan. Pada saat pelaku bisnis mengambil keputusan maka keputusan yang dibuat bukan berdasarkan sebuah asumsi semata.

Disini ada perbedaan besar antara pelaku bisnis yang sudah memiliki sistem dan yang tidak. Sebuah bisnis yang mampu menjawab MENGAPA mereka memulai bisnis akan mampu membaca konsumen dengan jeli dan memakainya sebagai sebuah data untuk membangun bisnis.

Sedangkan para pelaku bisnis yang tidak mengetahui alasan kenapa mereka membangun bisnis tidak memiliki kemampuan membaca konsumen dan condong memperkerjakan orang-orang yang tidak loyal untuk menjalankan bisnis yang mereka bangun.

Keputusan-keputusan yang harus dibuat pelaku bisnis sangat erat kaitannya dengan target konsumen yang mereka kejar. Sehingga, jenis pekerja yang mereka seleksi memiliki karakteristik sesuai kebutuhan bisnis, bukan dengan konsep asal ada aja.

Seharusnya pelaku bisnis harus benar-benar memahami siapa konsumen mereka dan siapa yang bekerja pada mereka untuk mendapatkan jenis konsumen yang ditargetkan.

Dengan cara seperti ini pelaku bisnis bisa dengan jeli membangun database jenis pelanggan, karakter pembeli, apa yang mereka belanjakan, umur, dan jumlah belanjaan.

Konsep ini tanpa kita sadari berjalan mulus pada retailer skala besar yang menawarkan produk dengan membaca perilaku konsumen (umur, jenis belanjaan, kebiasaan belanja, produk yang dibeli, dan durasi pembelian).

Semua ini bisa didapat dengan mudah saat pelaku bisnis memakai software yang secara otomatis merekam ini ketika kasir memasukkan harga ke komputer.

Semua data ini sangat berharga untuk memetakan jenis konsumen, menyocokkkan jenis barang, stok barang tertentu, dan termasuk memainkan harga dengan tehnik manipulasi berbentuk diskon. Istilah kerennya adalah retail pricing game. Sistem ini sangat efektif meraup untung besar dengan terget konsumen yang jelas dan jenis produk yang ditawarkan.

kalau anda jeli saat masuk ke Alfamart atau Indomaret dan sejenisnya, anda akan dengan mudah terarahkan ke jenis-jenis diskon yang ditawarkan secara mingguan dengan tanggal-tanggal tertentu dan jenis barang tertentu. Inilah konsep to influence human behavior dengan cara to manipulate. 

Ringkasnya, pelaku bisnis bisa dengan mudah mempengaruhi perilaku belanja konsumen dengan memanipulasi harga hanya dengan memakai istilah discount, dan kemudian melakukan pricing game dengan membentuk sistem paket, beli satu dapat 2 atau beli tiga dapat satu, eh... bukannnnn. itu salah. hehe 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun