Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

3 Hal yang Dapat Membuat Anak Jadi Pintar

30 Agustus 2022   10:34 Diperbarui: 3 September 2022   09:25 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Buat Anak Senang

Kecerdasan sejatinya tidak mutlak datang karena faktor belajar saja. Rasa senang ternyata bisa menjadi alasan kenapa seseorang bisa lebih pintar dari lainnya.

Khususnya di masa kanak-kanak, menghadirkan suasana yang menyenangkan sangat berdampak pada munculnya koneksi atau input yang baik untuk otak.

Tapi perlu diiingat, rasa senang yang dialami anak tidak datang serta merta. Syarat utamanya adalah orangtua juga mesti harus senang. Nah, bagi kaum ibu-ibu ini penting loh.

Sebagian waktu anak banyak dihabiskan dengan sang ibu. Sejak lahir, anak lebih dominan bersama ibu. Jadi, seorang ibu haruslah selalu menjaga emosinya dengan baik untuk aktif merasa senang.

Sayangnya, banyak ibu-ibu yang tidak memperhatikan hal ini. Padahal, kunci kebahagian keluarga juga ada ada ibu. Seorang ibu yang kerap merasa senang akan berinteraksi positif dan menyenangkan bersama anak.

Ayah selaku kepala keluarga juga punya peran penting untuk membuat perasaan ibu selalu senang. Usahakan untuk tidak membawa masalah kantor ke rumah agar suasana rumah selalu nyaman.

Ketika anak berinteraksi dengan ayah dan ibu dengan rasa senang yang berlimpah, suasana hati anak juga akan berdampak. Memori positif yang mereka dapat dari orangtua membuat rasa percaya diri meningkat.

2. Ajarkan Anak Nilai Optimis

Optimis penting untuk diajarkan kepada anak sejak kecil. Dengan jiwa yang optimis seorang anak lebih mudah mendapatkan motivasi internal utuk menyelesaikan sesuatu.

Anak yang ditanamkan nilai optimis condong lebih sehat karena rasa optimis membuat anak terhindar dari rasa cemas berlebihan. Selain itu, seorang penulis Christine Carter membandingkan antara anak yang pesimis dan optimis.

Ternyata hasilnya, orang-orang dengan nilai optimis lebih sukses di sekolah dan di tempat kerja. Rasa optimis juga menjadikan seseorang tidak terjangkiti depresi.

optimism is a critical skill for happiness, health and success.

Lantas, Bagaimana cara mengajarkan nilai optimis pada anak?

Gaya asuh orangtua sangat berpengaruh terhadap nilai pesimis dan optimis. Sebagai contoh, orangtua yang kerap menyalah-nyalahkan anak dengan kalimat, "kamu memang ga bisa diandalkan", "itu aja ga bisa" akan menumbuhkan nilai pesimis pada anak.

Sebaliknya, orangtua yang kerap mendampingi anak dan mau menyemangati ketika anak merasa down, maka secara otomatis menghadirkan rasa optimis di dalam benak anak.

Namun, berhati-hatilah dalam memuji anak. Walaupun ketika anak tidak mampu menyelesaikan sesuatu, pelajarilah karakter anak terlebih dahulu. Catatlah apa yang positif dalam diri anak dan pujilah usaha mereka.

Dalam konteks harian, buatlah catatan-catatan kecil tentang kemampuan anak menyelesaikan sesuatu pekerjaan. Darisana orangtua akan mampu menganalisa sisi kelebihan dan kelemahan anak secara terukur.

Saat nilai-nilai kelebihan anak sudah hadir di pikiran orangtua, nantinya secara rutin semangati mereka merujuk kepada kemampua mereka. Jangan menyebutkan kekurangan anak di depan mereka, apalagi saat mereka down.

Berpikir optimis sangat dibutuhkan anak sebagai sebuah skil. Jika dari kecil anak sudah dilatih untuk berpikir optimis ketika melakukan hal yang baru, maka mereka akan lebih mandiri ketika orangtua tidak disampingnya. 

3. Ajarkan Nilai Disiplin

Bebicara tentang disiplin sama halnya membahas tentang kebiasaan. Anak sejak lahir sudah mempelajari disiplin dari apa yag dibiasakan ibunya.

Sebagai contoh kecil, umur 1-6 bulan seorang anak menghafal pola makan dan tidur dari rutinitas menyusui. Anak yang baru lahir memiliki jam tidur yag tidak beraturan karena mereka masih belum terbiasa.

Cara seorang ibu menyusui akan membentuk sebuah kebiasaan pada bayi, di mana secara perlahan mereka akan mulai membentuk jam makan dan tidur.

Ketika bayi mulai dikenalkan makanan padat (MPASI) maka mereka juga akan belajar tentang pola makan sehat. Sampai ketika mereka mula mampu makan sendiri, nilai kedisiplinan hadir dalam diri mereka.

Nah, orangtua perlu membiasakan hal yang baik kepada anak. Ketika anak sudah mulai mandiri, bentuklah kebiasaan-kebiasaan yang teratur seperti makan dan tidur pada waktunya.

Saya teringat sebuah cerita tentang siswa saya yang dibiasakan hidup tidak teratur oleh orangtuanya. Karena hidup dalam keluarga yang berada, siswa saya ini tidak dibiasakan bangun lebih awal.

Akhirnya, ia dan abangnya terbiasa bangun telat setiap hari. Suatu ketika ayahnya sakit dan bisnis yang dikelola tidak ada yang menggantikan. Anak-anaknya tidak memiliki skil apa-apa karena terbiasa hidup tanpa beban.

Seketika, bisnis hancur dan sang anak mulai tersadar. Dari hasil wawancara dengannya, saya mendapatkan fakta bahwa ayahnya memberikan fasilitas apapun yang diperlukan anak.

Apa yang diminta anak sangat mudah diberikan karena memang bisnis ayahnya sangat menguntungkan saat itu. Namun, pola hidup tanpa disiplin menjadikan anak-anak hidup tak terarah.

Ketika sang anak mulai mencari kerja untuk menutupi kebutuhan, jenis pekerjaan yang dicari pun sangat terbatas karena faktor keengganan mencoba. Rasa percaya diri yang kurang disertai sifat pesimis membuat anak ini sulit mendapat pekerjaan.

Coba bayangkan jika ia dan abangnya sejak kecil dilatih hidup teratur dan diajarkan nilai tanggung jawab dalam rumah. Pastinya, ketika ayahnya jatuh sakit, bisnis masih bisa dilanjutkan oleh anak-anaknya.

Disiplin harus dikenalkan kepada anak sedini mungkin. Umur dua tahun seorang anak sudah mampu memahami hal-hal dasar seperti rutinitas dalam rumah tangga. Mau tau cara terbaik mendisiplinkan anak? baca disini

Anak yang sudah terbiasa disiplin sejak kecil akan lebih mudah sukses saat dewasa.

Nilai kedisiplinan bisa dikenalkan dengan memberikan tanggung jawab kepada anak. Misalnya, ajak anak untuk terlibat dalam kegiatan membersihkan rumah secara rutin.

Buatkan jadwal cuci piring antar anggota keluarga, atau ketika umur anak sudah tujuh tahun ajari mereka cara mencuci pakaian, sepatu dan peralatan pribadi mereka.

Jangan biarkan anak hidup terbiasa menerima sesuatu dalam keadaan beres. Makan disiapkan, pakaian dicucikan, disusun dilemari. Sedang anak hanya menoton saja. Ini akan mengajarkan anak hidup tanpa tanggung jawab dan tidak belajar nilai disiplin dengan benar.

Jangan pernah takut membebani anak, takutlah ketika mereka akan membebani hidup mereka nanti. Saya banyak sekali melihat anak-anak yag ketika dewasa menjadi benalu bagi ayah dan ibunya.

Ketika ditilik lebih lanjut, ternyata saat kecil mereka terbiasa dimanja. Apapun disiapkan dan diberikan ketika anak meminta. Hidup mereka tanpa tanggung jawab sehingga besar tidak mengenal disiplin.

Ketika orangtua sakit, mereka bahkan tidak mampu mengambil inisiatif untuk membantu. Nah, jika sudah seperti ini siapa yang salah? Kembali ke pasal 1, siapa yang menaman akan memetik hasil.

Ingatlah bahwa anak itu amanah, sebagai orangtua besarkan anak dengan nilai disiplin semenjak mereka masih kecil. Jangan baru mengenalkan disiplin ketika usia remaja.

Ibarat pohon bambu, jika ingin membentuk arah maka mulailah saat pohon bambu masih kecil. Ketika sudah besar, pohon bambu akan mengeras dan ketika dipaksa akan pecah atau patah.

Umur anak 2-10 tahun menjadi fase paling baik mengenalkan disiplin dengan kebiasaan-kebiasaan baik. Mulai dari makan teratur, hidup bersih, rajin menyisihkan uang, dan ajak membantu orangtua.

Referensi bacaan (1), (2), (3)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun