Lantas, Bagaimana cara mengajarkan nilai optimis pada anak?
Gaya asuh orangtua sangat berpengaruh terhadap nilai pesimis dan optimis. Sebagai contoh, orangtua yang kerap menyalah-nyalahkan anak dengan kalimat, "kamu memang ga bisa diandalkan", "itu aja ga bisa" akan menumbuhkan nilai pesimis pada anak.
Sebaliknya, orangtua yang kerap mendampingi anak dan mau menyemangati ketika anak merasa down, maka secara otomatis menghadirkan rasa optimis di dalam benak anak.
Namun, berhati-hatilah dalam memuji anak. Walaupun ketika anak tidak mampu menyelesaikan sesuatu, pelajarilah karakter anak terlebih dahulu. Catatlah apa yang positif dalam diri anak dan pujilah usaha mereka.
Dalam konteks harian, buatlah catatan-catatan kecil tentang kemampuan anak menyelesaikan sesuatu pekerjaan. Darisana orangtua akan mampu menganalisa sisi kelebihan dan kelemahan anak secara terukur.
Saat nilai-nilai kelebihan anak sudah hadir di pikiran orangtua, nantinya secara rutin semangati mereka merujuk kepada kemampua mereka. Jangan menyebutkan kekurangan anak di depan mereka, apalagi saat mereka down.
Berpikir optimis sangat dibutuhkan anak sebagai sebuah skil. Jika dari kecil anak sudah dilatih untuk berpikir optimis ketika melakukan hal yang baru, maka mereka akan lebih mandiri ketika orangtua tidak disampingnya.Â
3. Ajarkan Nilai Disiplin
Bebicara tentang disiplin sama halnya membahas tentang kebiasaan. Anak sejak lahir sudah mempelajari disiplin dari apa yag dibiasakan ibunya.
Sebagai contoh kecil, umur 1-6 bulan seorang anak menghafal pola makan dan tidur dari rutinitas menyusui. Anak yang baru lahir memiliki jam tidur yag tidak beraturan karena mereka masih belum terbiasa.
Cara seorang ibu menyusui akan membentuk sebuah kebiasaan pada bayi, di mana secara perlahan mereka akan mulai membentuk jam makan dan tidur.
Ketika bayi mulai dikenalkan makanan padat (MPASI) maka mereka juga akan belajar tentang pola makan sehat. Sampai ketika mereka mula mampu makan sendiri, nilai kedisiplinan hadir dalam diri mereka.