Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Membangun Konsep Hidup Minimalis untuk Keluarga

14 Juli 2022   11:17 Diperbarui: 14 Juli 2022   16:59 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah dengan konsep minimalis | Sumber: www.pexels.com

Konsep hidup minimalis jika diterapkan dengan benar akan membawa banyak hal positif dalam hidup. 

Saya jadi teringat sebuah buku yang saya baca beberapa bulan yang lalu yang berjudul Declutter Your Mind, How How to Stop Worrying, Relieve Anxiety, and Eliminate Negative Thinking.

Dalam hidup ini banyak hal yang menyebabkan rasa khawatir (worry), cemas (anxiety), pikiran negatif (negative thinking) muncul seketika. Uniknya, ketiga hal ini kerap muncul karena gaya hidup tidak sehat.

Nah, gaya hidup tidak sehat bukan hanya berkaitan dengan makanan, memiliki banyak barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan juga penyebab banyak penyakit. 

Kembali ke judul buku di atas. Kata mind di sini merujuk kepada pikiran. Ringkasnya bagaimana kita bisa membersihkan pikiran dari hal-hal yang tidak kita perlukan. 

Hal yang sama sebenarnya berlaku dalam konteks rumah dan ruang. Semakin banyak ruang dan barang yang kita punya, maka semakin rumit pikiran kita. Tidak percaya? 

Barang-barang yang kita miliki tanpa kita sadari menempati ruang pikiran kita secara abstrak. Contoh kecil, sebuah gantungan kunci dengan 4-5 kunci akan sangat menyita waktu kita ketimbang 1-2 kunci saja. 

Sebuah ruangan dengan 2-3 lemari berisi puluhan barang akan membentuk ingatan berbeda pada pikiran kita ketimbang 1-2 lemari yang berisi beberapa barang saja.

Perabotan seperti meja, kursi, maupun lemari tidak hanya memakan ruang fisik ataupun ruang ingatan otak, namun juga menyita energi untuk membersihkan dan merapikan secara berkala. 

Pikiran kita juga akan berefek jika suatu ruangan berantakan dan jarang dibersihkan. Pola ini berlaku pada pikiran, di mana semakin banyak kita menyerap informasi secara visual maka semakin padat ruang memori pada otak. 

Rasa cemas dan khawatir bisa muncul dari keadaan rumah yang tidak tertata. Rumah yang selalu bersih dan perabotan yang tertata rapi memberikan nuansa berbeda dibandingkan dengan rumah dengan barang-barang berserakan. 

Terkadang kita lebih gampang membeli daripada merawat. Hal ini wajar karena sifat manusia yang tergerak ingin memiliki sesuatu karena didorong nafsu. 

Sulit rasanya memilah dan memilih antara yang dibutuhkan dan yang diinginkan. Ini menjadi alasan utama kenapa banyak orang yang mudah sekali memenuhi rumah dengan barang yang belum tentu dibutuhkan dalam jangka panjang.

Pikiran bersih dan Hidup Lebih Sehat

Barang yang lebih sedikit sebenarnya memberikan kesempatan hidup lebih sehat bagi keluarga. Benarkah? Mari coba kita analisa bersama.

Coba buat catatan barang apa saja yang kita punya di rumah, kemudian kategorikan mana yang memang dibutuhkan dan mana yang tidak kita butuhkan. 

Pastinya kita memiliki standar tersendiri akan barang yang kita anggap butuh dan tidak. Sesuatu yang hanya jadi pajangan dan tidak kita gunakan bermakna tidak kita butuhkan.

Ambil contoh sederhana, misalnya jumlah baju yang kita simpan dibandingkan yang kita gunakan sehari-hari. 

Seberapa banyak waktu yang kita harus gunakan untuk mencuci, menyetrika, dan menumpuk di dalam lemari.

Manfaat dari sebuah benda perlu diukur dari kegunaannya, jika memang sangat jarang digunakan kenapa tidak diberikan kepada yang memang membutuhkan saja. 

Bukan hanya itu, kuman dan bakteri sangat gampang bersarang pada barang-barang yang jarang dibersihkan. Apalagi ruangan yang jarang digunakan dengan perabotan tidak dibersihkan bisa menjadi tempat paling diminati oleh ular dkk. 

Tanpa kita sadari kita lebih banyak menghabiskan waktu mengurus barang-barang yang belum tentu nilai manfaatnya besar. Padahal, dengan mengurangi jumlah barang yang kita miliki, kita bisa menghemat begitu banyak waktu. 

Ada orang yang menghabiskan waktu 30 menit hanya untuk mencari atau mencocokkan baju yang ingin dipakai, ada yang butuh 1-2 jam hanya untuk mencari warna yang sesuai. 

Alhasil, sesuatu yang sebenarnya simpel menjadi rumit dan menyita begitu banyak waktu. Sebabnya jelas, karena ada banyak pilihan barang yang kita simpan dan 'mengharuskan' otak untuk memilih.

Dengan mengurangi benda yang tidak terlalu kita butuhkan, maka dengan mudah kita bisa hidup lebih sehat dan bermakna. 1-2 jam waktu bisa kita alihkan ke hal lain yang lebih berguna.

Membentuk Konsep Hidup yang Simpel

Jika mau jujur sebenarnya banyak orang yang lebih menginginkan hidupnya rumit. Secara sederhana pola hidup bisa dibuat simpel sejak awal.

Misalnya, pasangan baru menikah akan mulai memikirkan daftar barang yang harus dibeli, sehingga rasa cemas dan khawatir lebih duluan muncul di pikiran.

Ketika barang sudah dimiliki, ada banyak benda yang sebenarnya tidak digunakan kecuali 1 kali dalam seminggu. Akhirnya, segala sesuatu yang awalnya sederhana bisa dengan mudah menjadi ribet.

Pola seperti ini tanpa sadar diwarisi oleh anak-anak yang hidup dalam rumah yang sama. Dalam pikiran bawah sadar akan terbentuk 'keharusan' memiliki barang ini dan itu tanpa mengedepankan nilai kegunaan.

Contoh sederhana lainnya, pasangan yang baru mendapat momongan akan lebih gampang menghabiskan duit untuk membeli begitu banyak mainan yang tidak begitu dibutuhkan anak. 

Pertanyaannya, apakah anak memang membutuhkan mainan tersebut atau hanya sekedar menumpuk saja biar anak lalai? 

Kita perlu bersikap bijak ketika membeli suatu barang ketimbang hanya menuruti keinginan 'nafsu' semata.

Anak-anak akan mewarisi sifat dan kebiasaan yang sama jika orangtua tidak mengubah pola hidup mereka. Ini akan sangat sulit diubah seiring usia anak beranjak dewasa. 

Membentuk konsep hidup lebih simpel tidak hanya membantu keluarga berhemat, namun juga menghadirkan pikiran yang lebih sehat dan membangun kebiasaan hidup sederhana sejak dini.

Bacaan parenting lainnya (disini) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun