"Kia, bangunlah nak. Awan terlihat mendung diluar dan perjalananmu akan panjang" sepatah kalimat keluar dari ibu Kia.
Perlahan, Kia bangkit da melepas pelukan dari kedua adiknya. Ia menatap wajah kedua orangtuanya dengan tajam tanpa menghiraukan air mata yang menetes deras membasahi wajahnya yang putih.
"Sudahlah, Kia. Cepatlah menuju mobil agar tidak kemalaman di jalan" ujar Ayahnya yang terlihat menahan sedih melepas satu-satunya gadis kecil yang kini sudah dewasa.
Jarak desa ke kota memakan waktu 10 jam. Mereka harus melewati tiga pegunungan dan dua sungai indah yang membelah perkampungan tetangga. Zian, sang supir sudah 1 jam menunggu di bangkunya.
Kia membuka pintu dan ibunya tepat berada disebelahnya. Ibu lantas memeluk gadis mungilnya untuk terakhir kali dan mencoba mendekap ke arah telinga sambil berpesan "jaga dirimu dan pulaglah saat kau berhasil, nak"
Air mata Kia kini tak mampu menipu perasaan yang ia simpan sejak semalam. Walau pahit rasanya, Kia harus menutup pintu sebelum hujan membasahi tanah kelahirannya.
Mobil mulai berjalan melewati persawahan hilang ditelan awan yang sejak pagi menutupi perkampungan. Ini adalah perjalanan Kia pertama kali keluar desa dan tentunya tanpa kedua orangtuanya disamping.
Zian hanya diam saja karena tak ingin menganggu kesedihan Kia yang sejak awal tak mengeluarkan sepatah kata di dalam mobil. Ia tahu Kia masih merasa sedih harus meninggalkan kedua adiknya yang masih kecil.
Dua jam berlalu, kini keduanya baru melewati satu gunung dengan pemandangan tiga air terjun yang memukau. Sepanjang jalan terlihat rusa yang berlalu lalang di sudut jalan. Sesekali mereka melihat kerbau yang sedang mandi di sepanjang sawah.
Hujan mulai membasahi mobil mereka. Ada dua gunung lagi yang harus dilalui sebelum mencapai dua sungai indah di perbatasan desa. Kia mulai megeluarkan kata-kata.