Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengontrol Tangki Emosi Anak

25 Februari 2022   12:43 Diperbarui: 25 Februari 2022   12:48 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keadaan tangki emosi setiap anak tidaklah sama. Ada anak yang tangkinya terisi penuh, sementara sebagian mereka membawa tangki kosong. 

Penuh atau tidaknya sebuah tangki emosi sangat tergantung kepada bagaimana orangtua melatih anak untuk bisa mengontrol emosi mereka. Secara teori seorang anak baru mampu mengontrol emosi dengan baik saat memasuki umur 5 tahun.

Bagi seorang bayi 1-6 bulan sebuah tangisan memiliki makna tersendiri. Umumnya bayi menangis sebagai sebuah pertanda mereka menginginkan sesuatu dari ibunya, namun sebuah tangisan juga merupakan awal mula bayi belajar meluapkan emosi.

Emosi yang tidak diluapkan akan menetap didalam tubuh, lama kelamaan ini akan berubah wujud menjadi penyakit. Bagi anak khususnya, luapan emosi yang tidak disalurkan dengan baik akan meninggalkan perilaku buruk saat dewasa.

Marah dan sedih merupakan luapan emosi yang dipakai anak sebagai sarana untuk berkomunikasi. Hal penting yang perlu dipelajari anak adalah bagaimana menempatkan rasa marah atau sedih dengan benar.

Bagaimana orangtua merespon anak saat marah dan sedih sangatlah penting untuk membentuk kemampuan anak mengatur emosi.

Umur 3 tahun seorang anak sudah mulai mampu memahami emosi walau tidak secara penuh mampu mengontrolnya. Misalnya, seorang anak akan tertawa jika menemukan satu hal yang lucu, namun belum bisa mengontrol seberapa lama tawanya.

Sama halnya ketika menemukan sesuatu yang membuatnya marah, seorang anak berumur 3 tahun bisa saja menangis begitu lama dan baru kemudian bisa diam saat sang ibu memeluk dan mendiamkannya.

Luapan emosi bagi anak berumur 2-4 tahun berada pada titik flaktuasi, dimana mereka bisa tertawa begitu lama dan menangis dengan suara histeris tanpa jeda. Hal ini wajar dan orangtua memiliki peran untuk mengajarkan anak cara mengontrol emosinya.

Banyak aktifitas yang sebenarnya dapat menjadi media belajar anak untuk mengontrol emosi. Hal-hal dasar dan simpel seperti membiasakan anak dengan pekerjaan rumah tangga sangat berguna untuk regulasi emosi.

Tentunya semua aktifitas yang diberikan kepada anak harus terlihat sebagai permainan bagi mereka. Dengan cara seperti ini anak akan belajar dengan bermain tanpa mereka dibebankan sesuatu.

Agar anak bisa belajar bersabar,orangtua jangan mengabulkan permintaan anak dengan mudah. Ajarkan apa yang boleh dan tidak dibeli dengan mempertimbangkan manfaatnya.

Walaupun anak akan kesal dan marah, biarkan mereka meluapkan emosi dengan cara memberitahu mereka kenapa ayah atau ibu tidak mengabulkan semua permintaan anak.

Untuk 1 atau 2 kali anak akan tetap merengek dan marah, tapi jika konsisten dibiasakan dengan benar perlahan emosi anak akan bisa dikontrol. Kuncinya adalah kesabaran orangtua untuk menghadapi luapan emosi anak dengan bijak.

Berikan Anak Pilihan 

Karena ketidakmampuan mengontrol rasa marah, sedih, atau marah, memberikan anak satu alternatif pilihan akan membuat anak bereaksi berlebihan saat tidak setuju.

Menawarkan anak beberapa pilihan bisa melatih kemampuan decision making bagi anak. Rasa marah berlebihan bisa dibendung dengan mengajukan 2 pilihan kepada anak ketika mereka menginginkan sesuatu, lalu ajarkan pilihan mana yang baik beserta konsekuensinya.

Dengan cara seperti ini anak bisa belajar mengontrol seberapa baik atau buruk emosi yang mereka tumpahkan. Terlebih saat sedih,keberadaan orangtua sebenarnya sangat dibutuhkan anak walau mereka tidak mengatakannya.

Jika anak tidak didampingi dan diarahkan untuk mengontrol tangki emosi mereka, maka jumlah emosi yang tidak dikeluarkan akan membuat tangki penuh.

Saat tangki terisi penuh, anak akan membawa luapan emosi yang tidak berhasil disalurkan dalam hidupnya. Rasa marah yang tidak dikeluarkan akan menjadikan anak pribadi pendendam dan rasa sedih yang berlebihan juga akan mengikis percaya diri anak.

Semakin terisi penuh, tangki akan semakin berat dan ini akan menjadi sebuah beban bagi anak. Luapan emosi yang tertahan ibarat air yang berada dalam bak penampungan, semakin lama tidak dipakai maka air akan bau dan mengeluarkan bakteri jahat.

Emosi yang tertahan dalam diri anak selain menjadikan penyakit bagi tubuh juga akan menjadikan kepribadiaan anak terganggu. Anak bisa cepat marah, gampang terbawa perasaan, bahkan mudah emosi.

Kalau tangki emosi anak terus terisi tanpa dikeluarkan maka akibatnya anak akan sulit diatur saat remaja dan akan bermasalah ketika dewasa, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun