Keadaan tangki emosi setiap anak tidaklah sama. Ada anak yang tangkinya terisi penuh, sementara sebagian mereka membawa tangki kosong.Â
Penuh atau tidaknya sebuah tangki emosi sangat tergantung kepada bagaimana orangtua melatih anak untuk bisa mengontrol emosi mereka. Secara teori seorang anak baru mampu mengontrol emosi dengan baik saat memasuki umur 5 tahun.
Bagi seorang bayi 1-6 bulan sebuah tangisan memiliki makna tersendiri. Umumnya bayi menangis sebagai sebuah pertanda mereka menginginkan sesuatu dari ibunya, namun sebuah tangisan juga merupakan awal mula bayi belajar meluapkan emosi.
Emosi yang tidak diluapkan akan menetap didalam tubuh, lama kelamaan ini akan berubah wujud menjadi penyakit. Bagi anak khususnya, luapan emosi yang tidak disalurkan dengan baik akan meninggalkan perilaku buruk saat dewasa.
Marah dan sedih merupakan luapan emosi yang dipakai anak sebagai sarana untuk berkomunikasi. Hal penting yang perlu dipelajari anak adalah bagaimana menempatkan rasa marah atau sedih dengan benar.
Bagaimana orangtua merespon anak saat marah dan sedih sangatlah penting untuk membentuk kemampuan anak mengatur emosi.
Umur 3 tahun seorang anak sudah mulai mampu memahami emosi walau tidak secara penuh mampu mengontrolnya. Misalnya, seorang anak akan tertawa jika menemukan satu hal yang lucu, namun belum bisa mengontrol seberapa lama tawanya.
Sama halnya ketika menemukan sesuatu yang membuatnya marah, seorang anak berumur 3 tahun bisa saja menangis begitu lama dan baru kemudian bisa diam saat sang ibu memeluk dan mendiamkannya.
Luapan emosi bagi anak berumur 2-4 tahun berada pada titik flaktuasi, dimana mereka bisa tertawa begitu lama dan menangis dengan suara histeris tanpa jeda. Hal ini wajar dan orangtua memiliki peran untuk mengajarkan anak cara mengontrol emosinya.
Banyak aktifitas yang sebenarnya dapat menjadi media belajar anak untuk mengontrol emosi. Hal-hal dasar dan simpel seperti membiasakan anak dengan pekerjaan rumah tangga sangat berguna untuk regulasi emosi.