Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Permissive Parenting, Gaya Asuh yang Menjadikan Anak Manja dan Tidak Mandiri

9 Februari 2022   11:18 Diperbarui: 12 Februari 2022   23:22 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi permissive parenting (Sumber: shutterstock)

Siska hidup dalam sebuah keluarga yang serba ada. Umurnya yang masih kecil membuatnya mudah mendapatkan apapun yang ia inginkan dari kedua orangtuanya. Sedikit saja ia merengek, ayah dan ibunya akan segera menuruti keinginannya.

Ketika ia menginginkan mainan, ia akan segera meminta dengan sedikit tangisan kecil. Lalu, ayah bergegas keluar rumah untuk mencari jenis mainan yang ia inginkan, tidak peduli jenis mainan yang dibeli akan bermanfaat atau tidak.

Pernahkah kita melihat situasi seperti di atas? seorang ayah yang rela membeli apapun yang diinginkan anaknya? Atau seorang ibu yang menuruti segala kemauan sang anak?

Pada tulisan kali ini saya akan sedikit membahas tentang  permissive parenting dan efek negatif yang muncul dari pola asuh ini terhadap anak.

Permissive parenting adalah gaya asuh yang membiarkan anak bebas tanpa aturan karena alasan cinta dan sayang. 

Orangtua dengan pola asuh ini condong tidak menerapkan aturan/disiplin kepada anak. Gaya asuh ini juga dikenal dengan sebutan Indulgent parenting.

Ciri orangtua yang menerapkan gaya asuh ini adalah cepat merespon keinginan anak, tidak bisa berkata 'tidak' jika anak meminta sesuatu, sering 'menyuap' anak dengan mainan atau makanan agar anak bisa menurut.

Efek dari Permissive Parenting

1. Anak tidak bisa mengontrol diri

Efek negatif dari gaya asuh ini menyebabkan akan tidak bisa mengontrol diri dengan baik. ini disebabkan karena segala kemauan anak dituruti, sehingga otak anak tidak membentuk input yang alamiah.

Ketika segala kemauan anak dikabulkan, anak akan belajar hal yang tidak tepat. Sebagai contoh, saat anak menginginkan sesuatu dan ia menangis, lalu orangtua menuruti keinginannya. Maka anak akan belajar bahwa menangis adalah hal yang wajar dilakukan saat menginginkan sesuatu. 

Ilustrasi gambar: www.myfamilyadvices.com
Ilustrasi gambar: www.myfamilyadvices.com

Dengan pola asuh yang membiarkan anak hidup tanpa aturan menyebabkan anak tidak memiliki batasan tentang yang dibolehkan dan dilarang. Lama-kelamaan anak tidak mampu mengontrol diri jika keinginannya tidak dituruti.

2. Anak lebih agresif

Tanpa kontrol dan aturan, anak yang dibesarkan dengan tipe permissive parenting akan mudah melampiaskan kemarahan. 

Dalam hal ini anak tidak belajar tentang bagaimana mengatur sikap dan kelakukan mereka saat berhadapan dengan sesuatu yang tidak wajar.

Apalagi saat dihadapkan dengan situasi yang menghadirkan rasa tidak nyaman maka anak dengan gaya asuh ini akan bertindak agresif karena tidak mampu mengontrol diri. 

3. Sulit bersosialisi dengan orang lain

Karena segala kemauan anak dituruti dan dipenuhi, mereka memiliki konsep 'hidup' yang berbeda. Saat dihadapkan dengan situasi berbeda, maka anak dengan tipe gaya asuh ini sulit untuk membangun skill sosial.

Parahnya, mereka akan bersikap anti sosial dan kurang bisa berempati. Kebiasaan serba ada membuat anak tidak belajar bagaimana rasanya ketika tidak mendapatkan keinginannya, sehingga rasa empati tidak terbentuk dalam diri mereka secara alamiah. 

Dalam dunia kerja, anak yang dibesarkan dengan kemauan yang selalu dituruti akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki pengalaman hidup yang berbeda dari mereka. 

4. Tidak bisa mengambil keputusan dengan baik dan tepat

Orangtua yang menuruti segala kemauan anak menyebabkan anak hidup dengan bebas. Apa yang ia mau dituruti, dan apa yang diinginkan dikabulkan. Pola asuh ini menjadikan anak pasif dan condong tidak responsif terhadap sesuatu. 

Sayangnya, dengan pola pembiasaan seperti ini anak akan hidup dengan satu arah. Mereka akan mengali kesulitan nyata saat harus membuat keputusan yang penting dalam hidupnya. 

Dalam situasi di mana anak harus memecahkan masalah, kemampuan menganalisa masalah dan mencari jalan keluar tidak bekerja secara normal, kenapa? Karena keinginan dan kemauan yang selalu dituruti menyebabkan otak menjadi tumpul. 

Berbeda saat anak dibatasi apa yang bisa mereka lakukan dan minta, otak anak akan berpikir secara kritis bagaimana caranya ia bisa melakukan hal lain atau berusaha mencari solusi atas keinginan mereka. 

5. Tidak bisa mengatur waktu dan kebiasaan

Hidup tanpa aturan dan tidak terstruuktur menyebabkan anak tidak belajar konsep menggunakan waktu dengan baik. 

Anak tidak belajar tentang batasan, apa yang boleh dan apa yang tidak, kapan harus berhenti bermain atau kapan waktu belajar. 

Akibatnya, anak dalam keluarga dengan pola asuh seperti ini condong menghabiskan waktu untuk menonton, baik lewat televisi ataupun gadget. 

Ketiadaan aturan menyebabkan anak tidak memahami aktivitas yang baik dan buruk untuk dilakukan, sehingga waktu terbuang sia-sia.

Kebiasaan menghabiskan waktu ke hal-hal yang kurang bermanfaat menjadikan anak tidak mampu mengatur waktu karena tidak adanya panduan dan aturan dari orangtua. Akhirnya anak hidup dengan kebiasaan yang buruk sampai dewasa. 

Bagaimana cara merubah permissive parenting dan menjadikannya gaya asuh yang lebih baik? Simak ulasanya pada tulisan berikutnya!

Stay tuned!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun