Sirkuit koneksi di dalam otak membentuk database sesuai dengan kebiasaan. Apapun yang diulangi terus menerus akan menetap lama sampai pada otak bawah sadar (subconscious mind).
Begitupula dengan perilaku anak, semua tergantung pada pembiasaan sehari-hari. Tentunya semua pembiasaan ini sangat terpusat pada orangtua sebagai pembentuk watak anak.
Mau diakui atau tidak, istilah buah tidak jatuh jauh dari pohon benar adanya. Cara orangtua berkomunikasi dengan anak, berinteraksi dan bertutur kata menjadi sumber database otak anak sejak kecil.
Apa saja kebiasaan orangtua yang bisa merusak otak anak? merusak dalam konteks tulisan ini bermakna membentuk kepribadian dan pola pikir yang buruk pada anak.
1. Tidak Melibatkan Anak dalam Rutinitas Harian di Rumah
Ah, biarin aja anak-anak bermain, mereka kan masih kecil'
anak-anak kan masih kecil, belum bisa membantu
Pernahkan kita mendengar ucapan seperti diatas? saya pribadi sangat sering mendengar orangtua mengeluarkan ucapan seperti itu dan membiarkan anak santai, baik menonton atau bermain.
Lalu, orangtua membereskan rumah sendiri, menyapu, mengepel, nyuci, masak, dll. Anak menjadi penonton yang 'dibiarkan' saja. Kemudian orangtua merasa capek sendiri seakan pekerjaan tak ada habisnya.
Seringnya kata 'melibatkan' terdengar sedikit kejam bagi sebagian orangtua, sehingga mereka kasian dan tak tega menyuruh anak. Padahal, banyak sekali manfaat melibatkan anak dalam rutinitas harian.
Tentu, jika berbicara dari segi umur anak diatas dua tahun sudah bisa 'membantu' orangtua. Pada tahap ini anak sudah bisa dikenalkan dengan rutinitas yang baik-baik.Â