Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rewiring Brain, Mengubah Kelakuan dan Membentuk Pola Baik pada Otak Anak

8 November 2021   10:08 Diperbarui: 8 November 2021   16:28 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mendidik anak (Sumber: Thinkstockphotos via lifestyle.kompas.com)

Tulisan ini sedikit panjang, namun isinya sangat bermanfaat untuk orangtua. Saran saya bacalah sampai akhir agar memahaminya dengan baik.

Beberapa waktu yang lalu saya tanpa sengaja menemukan sebuah buku dengan judul rewire your anxious brain  yang ditulis oleh Catherine M. Pittman, PhD dan Elizabeth M. Karle, MLIS.

Bagi saya buku ini sangat menarik karena membahas bagaimana cara kerja otak secara gamblang dan sangat ilmiah (scientific). 

Kebetulan penelitian tugas akhir S2 saya dulu juga membahas bagaimana efek kecemasan (anxiety) bisa berakibat buruk terhadap rasa percaya diri.

Nah, pada tulisan kali ini saya akan sedikit membahas apa yang dipaparkan dalam buku rewire your anxious brain. Baiklah, let's get it out!

Otak manusia itu sangat kompleks dengan ritme kerja yang super luar biasa. Koneksi yang terbentuk dalam otak disebut dengan neuron yang saling menyambung sehingga terbentuk rangkaian pesan.

Pesan yang terkumpul diterjemahkan oleh bagian otak lain dengan rangkaian proses yang super cepat. 

Yang paling menarik adalah, seluruh rangkaian pesan yang masuk ke otak akan menjadi sebuah database yang akan kita pakai sebagai survival skill untuk hidup di bumi ini.

Namun, saya hanya akan membahas kaitan informasi yang masuk ke otak anak dan pola yang terbentuk di dalamnya. 

Perlu diketahui oleh orangtua, otak seorang anak yang baru terlahir ibarat sebuah hard drive yang masih kosong. Anak membutuhkan input untuk disimpan kedalam otak.

Kita sering beranggapan bahwa input diperoleh oleh anak hanya melalui mata dan telinga, padahal menurul ilmu otak (neurology) koneksi dalam otak juga diperoleh melalui indra peraba, penciuman, dan juga perasa.

Artinya, seorang anak selain menyerap informasi melalui penglihatan dan pendengaran, ada ratusan juga informasi lain mengalir ke otak dari apa yang dicium, diraba, dan dirasa. Semua informasi ini masuk dan tersimpan ke otak secara otomatis.

Lalu, kenapa muncul istilah Rewire?

Begini ceritanya, ketika otak menghbungkan segala informasi yang masuk dan kemudian diterjemahkan menjadi rentetan pesan, proses ini dinamai dengan wire. 

Seiring umur seorang anak bertambah, proses pembentukan pesan terus mengalami peningkatan sehingga kemampuannya berinteraksi juga meningkat. 

Dalam perspektif ilmu neurology, kemampuan otak menyimpan informasi terjadi sangat cepat di masa golden Age. Ini mengacu pada Umur 1-7 tahun dimana otak mampu menyimpan informasi lebih efisien.

Lama-kelamaan proses wire ini membentuk banyak database yang akan menjadi tumpuan anak untuk berkomunikasi dan beinteraksi dengan orang lain. 

Jadi, apapun yang sudah disimpan anak ke otak baik dalam keadaan sadar atau tidak akan selamanya menjadi database yang  akan SANGAT sulit untuk DIHAPUS.

Coba dibaca lagi ya baris terakhir paragraf di atas. ini penting sekali diingat oleh orangtua. You can never erase what has been recorded. 

Sekarang mari kita bahas lebih dalam istilah rewire. Tentu, umumnya kita paham bahwa awalan "re" bermakna kembali. 

Dalam konteks otak, apa yang sudah masuk menjadi input ternyata bisa diprogram ulang kembali. Mungkinkah?

kalau kita merujuk ke kamus Merriam Webster, kata rewire bermakna to provide or connect (something) with wire again.

Ringkasnya begini, dalam penjelasan yang saya dapat di dalam buku Rewire your anxious brain, kita bisa mengubah database otak dengan cara memasukkan pesan baru. 

Ilustrasi rewire brain (Sumber: Sumber: Daily Mail)
Ilustrasi rewire brain (Sumber: Sumber: Daily Mail)

Namun, perlu diingat hal ini tidak mudah dilakukan khususnya bagi mereka yang memiliki kumpulan database negatif di dalam otak.

Bagaimana Caranya?

Perlu saya perjelas tulisan ini saya hadirkan untuk orangtua yang memiliki anak yang 'bermasalah' dengan tujuan orangtua memiliki sudut padang yang lain untuk memahami kenapa anak bertingkah laku buruk.

Kebanyakan anak yang dianggap 'bermasalah' berawal dari input buruk yang mereka dapat saat masa kecil. Khususnya di umur 1-7 tahun. 

Kumpulan pesan yang masuk ke otak di fase ini menjadi database yang akan sangat sulit dihilangkan.

Tidak percaya? Coba ubah kelakuan anak yang memiliki kebiasaan berbicara kasar. Atau coba perbaiki kelakuan buruk anak menjadi baik. Butuh waktu lama untuk memperbaikinya, bahkan ada yang malah menjadi lebih buruk.

Ya, semua berawal dari input yang diserap anak baik dari orangtuanya, saudara kandung, lingkungan, sekolah dan lainnya. Semua bersatu menjadi pusat database di dalam otak anak.

Kembali ke topik pembahasan sebelumnya, apakah mungkin mengubah sikap atau kelakuan buruk seorang anak? Jawabannya MUNGKIN dan SANGAT BISA.

Namun demikian, proses mengubah sifat buruk menjadi baik harus melalui tahapan yang saya sebut rewire. 

Menariknya, proses ini wajib melibatkan orangtua secara penuh dengan mengubah lingkungan tempat anak tinggal.

Pertama, orangtua harus mengubah kelakuan buruk yang berasal dari mereka. Kenapa? Karena otak menghubungkan koneksi dari database yang ada dengan sebuah pematik (trigger).

Artinya begini, jika dalam otak seorang anak sudah tertanam pesan yang tidak baik seperti berbicara kotor atau tidak sopan, maka saat ia mendengar ucapan yang sudah ada dalam otaknya, itu akan secara otomatis membuat proses wire lebih cepat.

Makanya dalam sebuah rumah yang orangtuanya condong berkomunikasi dengan nada tinggi dan kata-kata buruk akan lahir anak-anak dengan pola yang sama. 

Tanpa mengubah kelakuan orangtua terlebih dahulu, tidak ada gunanya melakukan proses rewire. 

Orangtua mesti menjadi contoh baik bagi anak agar pesan yang masuk ke otak anak selaras dengan apa yang dikehendaki orangtua.

Kedua, jauhi anak dari berinteraksi dengan teman-teman yang memiliki sifat buruk. Kenapa? Karena dari gaya komunikasi dan interaksi dalam lingkup pertemanan akan terbentuk database dalam otak anak. 

Hal ini bukan berarti sebagai orangtua kita membatasi gerak anak, akan tetapi fungsi orangtua adalah menfilter pengaruh buruk dari teman-teman anak yang mungkin memberi input jelek bagi anak.

Jangan sampai orangtua lalai dan membiarkan anak bergaul dengan siapa saja tanpa mau tau apa yang dilakukan anak.

Penting bagi orangtua untuk membangun kedekatan emosional dengan anak agar anak mau terbuka dan bersedia bercerita tentang perihal teman-teman mereka.

Ada banyak kasus dimana anak laki-laki bergaul dengan teman yang bertabi'at buruk, contohnya mereka yang nonton video porno dari smartphone.

Secara ilmu otak ini sangat berbahaya. Anak baik sekalipun jika sudah masuk dalam lingkaran teman yang sering menonton video porno akan perlahan terjangkiti kelakuan yang sama. 

Mungkin dosisnya beda, tapi jika sudah terpapar otak langsung menjadikan ini database. Bayangkan saja, jika dalam sebulan anak berkumpul sampai 10 kali dengan teman seperti ini apa yang akan terjadi?

Ini baru efek yang dialami anak laki-laki, belum lagi pengaruh ke anak perempuan. Yang paling menyedihkan korban dari video porno ini tidak lain adalah anak perempuan.

Dengan input yang didapat dari menonton video porno, anak laki-laki perlahan mulai tergoda dan mencoba.

Awalnya mencoba mendekati anak perempuan, lalu berpacaran, kemudian bablas sampai melakukan zina.

Kenapa bisa terjadi? Otak anak laki-laki itu bekerja sedikit berbeda dari anak perempuan. Pada saat sering menonton video porno, bagian depan (prefrontal cortex) mengalami kekacauan. Sama halnya seperti efek minuman keras, heroin, ganja dan sejenisnya.

Bagian prefrontal cortex ini berfungsi untuk mengambil keputusan. Saat input porno sudah menguasai otak makan bagian depan otak tidak bisa bekerja normal. 

Ini sebabnya orang yang melakukan tindakan asusila tidak bisa berpikir jernih. Pikirannya ditutupi kenikmatan sesaat karena efek hormon senang.

Jika sudah terjadi seperti ini, masa depan anak perempuan hancur. Banyak orangtua yang tidak mengetahui pergaulan anak perempuannya karena tidak dekat dengan anak. 

Ada juga orangtua yang tidak mengontrol lingkup pertemanan anak perempuan mereka.

Bangun Emosi Positif pada Anak Melalui Emosi Baik

Sebab utama tidak dekatnya orangtua dan anak adalah tidak terjalinnya koneksi emosional. 

Hal ini bisa dikarenakan sang ibu tidak memberikan hak anak secara penuh, antara lain hak ASI secara penuh, hak waktu bersama orangtua, atau tidak mengabulkan keiinginan anak.

Emosi baik dalam diri anak terbentuk karena hubungan kedekatan orangtua dan anak. Bukan masalah ada dan tidaknya orangtua disekitar anak, tapi lebih ke terlibat atau tidaknya orangtua dalam mengasuh anak.

Kualitas waktu berinteraksi dengan anak serta cara berkomunikasi dengan anak sangat mempengarungi terciptanya emosi positif dalam diri anak.

Seringkali orangtua hadir di sekitar anak tapi seperti hantu. Fisiknya ada tapi tidak berinteraksi dengan anak. 

Alasannya ada yang sibuk karena sedang bekerja, kelehahan sehabis bekerja, atau terlelap dalam smartphone di tangan.

Kelakuan orangtua seperti ini akan menutup pintu akses informasi kepada anak. Anak akan condong pasif dan tidak menghiraukan permintaan orangtua. 

Akhirnya mereka bisa bergaul dengan teman yang tidak baik dan jatuh kedalam perangkap mangsa.

Sungguh ini sebuah kelalaian orangtua yang sangat fatal. Apalagi jika orangtua memiliki anak perempuan, seharusnya bangun interaksi positif dan selalu hadir membersamainya.

Hubungan baik orangtua-anak akan menjadi antivirus paling ampuh untuk menjaga anak perempuan dari pergaulan tidak benar.

Waktu bersama keluarga harus lebih besar porsinya ketimbang waktu bekerja. Ini kedenganran sulit, tapi ini penting untuk dilakukan. 

Hanya dengan menghabiskan waktu lebih banyak bersama anak sisi emosi positif akan muncul.

Koneksi batin yang hadir karena kedekatan akan memberikan banyak manfaat. Anak akan mudah terbuka dan mau mendengarkan nasihat orangtua dengan baik. 

Batasi Penggunaan Smartphone dan Buatlah Panduan

Kesalahan terbesar orangtua lainnya yaitu memberikan akses smartphone untuk anak tanpa panduan yang jelas. 

Koneksi yang terbentuk dalam otak anak di zaman sekarang lebih besar datang dari akses smartphone.

Tidak heran banyak anak yang menjadi pemalas dan sangat sulit membantu orangtua. Ya, kesalahannya bukan pada anak, tapi orangtuanya yang membiarkan.

Sebisa mungkin umur 1-10 tahun tidak membiarkan anak memegang smartphone. Jika tidak mampu maka setidaknya jangan memberikan akses smartphone di umur 1-3 tahun.

Masih tidak mampu? Buatlah aturan dan panduan yang super jelas. Misalnya, hanya unduh jenis gambar atau video yang bermanfaat untuk anak, khususnya 1-7 tahun. 

Filter video dengan efek yang buruk, dan hanya memilih yang dianggap layak tonton.

Jangan pernah membiarkan anak nonton langsung dengan koneksi internet. Ini membuka akses bagi anak untuk menonton video yang tidak pantas, jika sudah terpapar maka akan menjadi input dan database. Ini berbahaya sekali. 

Buatlah aturan jelas berapa menit atau jam dalam sehari anak boleh nonton. Jenis tanyangan dan jam tonton yang teratur. 

Jangan sesekali biarkan anak nonton tanpa pengawasan dan tanpa penjadwalan. Ini akan membentuk kebiasaan yang juga menjadi database di otak.

Yang terakhir, jangan pernah memberikan smartphone kepada anak hanya karena kita ingin melalaikan anak atau 'kasian' karena anak merengek2.  Ini hal yang salah kaprah dan berbahaya.

Jika orangtua sering membiarkan anak nonton, maka mereka akan mengalami yang namanya emotional disruption. Akibatnya, anak akan sulit mengontrol emosi dan mudah mengamuk jika tidak diberikan. 

Saat pola ini terbentuk di otak, maka database buruk bisa menetap lama di otak. Lama-kelamaan ini akan mempengarungi pola tingkah laku anak, cara berkomunikasi, dan ketidakmampuan mengontrol emosi secara alami. 

Sebagai penutup, bijaklah dalam mengasuh anak dan berilah hak anak secara penuh. Berinteraksi dan berkomunikasilah dengan baik bersama anak agar emosi yang tersimpan di otak anak selalu positif. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun