Jujur adalah sebuah nilai yang melekat melalui interaksi dan komunikasi
Kejujuran adalah modal dari segala-galanya, tanpa kejujuran maka seseorang tidak akan bernilai.Â
Anak yang tumbuh dalam lingkungan rumah perlu diajarkan nilai kejujuran sejak kecil.
Ada beberapa cara mengajarkan anak nilai kejujuran melalui interaksi dan komunikasi bersama orangtua, berikut caranya:
1. Biasakan berkata jujur pada anak
Anak mewarisi sifat jujur melalui interaksi bersama orangtua. melekat tidaknya nilai kejujuran pada anak sangat ditentukan oleh kebiasaan orangtua saat berkomunikasi dengan anak.
Banyak orangtua yang menganggap ini sebagai hal spele, padahal cara orangtua berkomunikasi dengan anak sangat menentukan output anak.Â
Misalnya, sangat banyak orangtua yang berkata "nanti ayah dan ibu belikan ya" atau "kalau bisa ini atau itu, akan ayah dan ibu belikan sesuatu ya".Â
Sekilas ungkapan seperti ini biasa, tapi ternyata tidak. Dari kalimat seperti itulah anak akan menyerap ilmu kejujuran.Â
Saat orangtua menepati janji yang sudah keluar dari mulutnya, maka anak akan menganggap ini sebagai sebuah sebab akibat.
Namun, saat orangtua membiarkan kata-kata mereka atau lupa akan apa yang sudah dikatakan, maka anak juga akan menganggap ini sebagai hal yang normal.
Akhirnya, anak yang terbiasa dengan orangtua yang menepati kata-katanya akan belajar bahwa apa yang sudah diucapkan haruslah ditepati.Â
Sedangkan mereka yang sudah terbiasa dengan janji orangtua, namun tidak ditepati juga akan menganggap sebuah kewajaran jika berjanji tidak menepati.
Proses transfer ilmu kejujuran bukan sesuatu yang teoritis, namun dipelajari dari interaksi dan komunikasi. Inilah yang membuat nilai perkataan orangtua itu penting dan berharga.
Anak-anak yang terbiasa dengan orangtua yang menepati janjinya akan belajar nilai kejujuran sampai dewasa, sebaliknya anak yang sering tidak ditepati janjinya akan membawa nilai tidak menepati janji dalam hidupnya.
2. Sisipkan pesan saat berjanji
Perkataan yang sering diucapkan akan bertahan kuat jika dikuti dengan pesan. Artinya, anak tidak semata-mata belajar nilai jujur tanpa disisipkan pesan.Â
Perkataan seperti "kita tidak boleh berbohong ya nak" atau "kalau sudah buat janji harus ditepati ya nak" akan meresap dalam sanubari anak jika dibuktikan terlebih dahulu. Misalkan orangtua berkata "nanti kalau merapikan mainan akan ayah dan ibu belikan makanan ya".
Saat anak menyelesaikan apa yang diminta orangtua, maka proses kausalitas akan terjadi. Namun, alangkah baiknya jika orangtua tidak menunggu diingatkan anak baru menepati apa yang diucapkan.
Ajak anak untuk membelikan makanan yang sudah dijanjikan dan jangan lupa sisipkan pesan kepadanya, "ini ya yang ayah dan ibu janjikan tadi ya" dan juga katakan bahwa membereskan atau merapikan sesuatu jangan karena mengharap imbalan.
Di sini anak akan memahami bahwa, pertama, ayah dan ibu menepati janjinya sesuai yang diucapkan.Â
Kedua, anak juga akan belajar bnilai tanggung jawab yang tidak melekat pada imbalan.
Sering terjadi dalam rumah anak-anak dibiasakan dengan imbalan setiap melakukan sesuatu, lalu mereka tumbuh dengan membawa nilai mengharap pamrih dari pekerjaan yang dilakukan. Nah, ini juga sesuatu yang harus diperbaiki oleh orangtua dalam berkomunikasi dengan anak.
Sebagai orangtua, menepati janji akan kata-kata yang diucapkan adalah sebuah kewajiban untuk menanamkan nilai kejujuran pada anak.Â
Namun perlu diingat, membiasakan anak dengan imbalan setiap melakukan sesuatu adalah hal yang tidak baik.
Sekadar untuk mengajari anak nilai kejujuran rasanya tidak masalah membelikan anak sesuatu, tapi terus menerus memberi imbalan atas pekerjaan yang dilakukan adalah pembiasaan yang akan membentuk kepribadian buruk nantinya.
3. Melatih anak berkata jujur sejak kecil
Jika sebagai orangtua kita perlu berkata jujur, maka anak juga perlu dilatih untuk berkata jujur.Â
Dalam keseharian anak bisa belajar nilai kejujuran dari interaksi bersama teman dan anggota keluarga lainnya.
Orangtua bisa melatih anak untuk selalu terbuka, contohnya ajarkan anak untuk bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik.Â
Saat anak sedih, katakan "kalau adek lagi sedih jangan lupa beri tahu ya" atau "kalau adek mau sesuatu katakan ke ayah dan ibu ya."
Kalimat simpel seperti ini punya efek besar bagi anak. Banyak sekali anak yang tidak mampu mengekspresikan kemauan mereka karena tidak dibiasakan dari kecil. Hal ini disebabkan karena orangtua tidak mengajak anak untuk berkomunikasi dengan aktif.
Ketika anak berani mengatakan kemauannya ini adalah sesuatu yang sangat baik, artinya anak sudah mampu berkata jujur dan orangtua perlu mengapresiasinya dengan baik pula.Â
Jangan sekali-kali menganggap hal ini sebagai sesutu yang biasa saja karena darisini anak akan belajar nilai kejujuran.
Jika anak sudah mau berkomunikasi dengan mengatakan kemauannya, maka beri penghargaan kepada mereka.Â
Lakukan hal seperti memeluk mereka dan katakan, "terima kasih ya nak sudah memberitahu ayah dan ibu". Lalu penuhi apa yang mereka minta segera jika itu memang bisa kita lakukan.
Namun, jika anak meminta dan kita belum bisa memenuhinya, maka tetap hargai mereka dengan berterima kasih karena sudah memberitahu dan katakan, "nanti ayah dan ibu belikan ya kalau ibu sudah punya uang, sekarang ayah dan ibu lagi belum punya uang."
Jangan merasa malu kepada anak lantas kita membelikan apa yang mereka minta padahal kita sedang tidak memiliki uang yang cukup.Â
Sebenarnya, orangtua harus berkata jujur jika tidak memiliki uang agar anak juga akan belajar bahwa tidak semua bisa didapat segera.
Tentu butuh kesabaran dalam menghadapi anak dan tidak buru-buru memenuhi permintaannya. Anak belajar dari kebiasaan yang dibiasakan. Jika tidak dibiasakan dengan yang benar maka mereka akan terbiasa hidup salah.
Misalnya, karena tidak mau repot orangtua sering sekali membolehkan anak untuk mendapatkan sesuatu. Daripada anak nangis dan menjerit, orangtua rela memberikan apa yang anak minta.
Kebiasaan seperti ini membuat anak belajar bahwa menangis dan menjerit adalah cara untuk mendapatkan sesuatu.Â
Lalu, saat apa yang diminta tidak didapat mereka akan secara tidak sadar melakukan kebiasaan menangis dan menjerit sebagai senjata.
Lantas, apa yang seharusnya dilakukan orangtua?
Agar anak dapat belajar nilai kejujuran, katakan dengan jujur, "kalau adek mau sesuatu nanti ayah dan ibu belikan saat ada uang ya."
Anak secara perlahan akan belajar makna kejujuran dari setiap pesan yang disampaikan orangtua. Biasakan meminta anak untuk mengungkapkan isi hati mereka dan hargai dengan menepati permintaan mereka.
Berkata jujur pada tempatnya akan mendidik anak untuk terbiasa berkata apa adanya tanpa harus terbeban dengan keadaan.Â
Jangan karena hanya gengsi kepada anak atau kepada oranglain sehingga orangtua mudah saja berjanji lalu tidak mampu menepati.
Ingatlah, berkata jujur itu harus menjadi sebuah kebiasaan dalam rumah. Setiap percakapan orangtua bersama anak harus memiliki nilai pembelajaran bagi anak. Baik dalam kondisi senang atau buruk sekalipun orangtau harus mampu berkata jujur dan mengajak anak agar selalu berkata jujur.
Jika anak berkata jujur karena melakukan hal buruk jangan sekali-kali marah kepada anak. Ini akan menjadikan anak tidak mau berkata jujur lagi.Â
Misalnya, saat anak mengaku mengambil uang ayah dan ibu, maka jangan marahi. Cukup katakan "makasih ya nak sudah mengakui, nanti jangan ambil uang ayah dan ibu lagi ya, kalau perlu kasih tau ke ayah dan ibu"
Perkataan jujur tidak selamanya harus yang baik, kadang nilai kejujuran juga datang dari mengakui kesalahan yang dilakukan anak.Â
Namanya juga anak-anak, mereka baru belajar jika terbiasa melakukan dengan benar. Maka tugas orangtua adalah membiasakan anak dengan yang baik-baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H