Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak Mandiri Terlalu Cepat dan Pengaruhnya terhadap Kecerdasan Emosional

28 Juli 2021   13:16 Diperbarui: 29 Juli 2021   13:00 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak bermain bersama teman | Sumber: shutterstock via edukasi.kompas.com

Bagi orangtua, memiliki anak yang mandiri adalah sebuah kebahagiaan. Tapi, kemandirian tidak selalu membawa dampak positif jika tidak dilakukan di momen yang tepat.

Paradigma yang muncul dalam kultur masyarakat sering kadang diterjemahkan dengan cara yang tidak tepat. 

Adakala ketika tidak berbenturan nilai adat maka dianggap benar dan anggapan buruk akan melekat jika melawan nilai yang sudah dipegang orang banyak.

Sebagai sebuah contoh, anak yang mandiri identik dengan nama baik, sedang anak yang selalu hidup dengan bantuan orangtua sering dianggap tidak baik. Apakah nilai kemandirian itu mutlak mengandung nilai baik?

Baik, coba kita kupas dengan seksama di sini. Anak yang mandiri tidak sepenuhnya membawa dampak baik, terlebih jika nilai kemandirian ditanamkan dengan cara dan waktu yang tidak tepat.

Melatih anak mandiri itu sesuatu yang baik. Kita tentu semua sepakat, tapi menjadikan anak mandiri dalam segala hal ini yang tidak baik dan kurang tepat. Antara anak dan orangtua ada ikatan batin secara fisik dan emosional. Fisik terlihat dari interaksi, sedangkan emosional hadir dalam ikatan yang tidak bisa dijelaskan namun jelas dirasakan.

Ikaan batin tidak bisa muncul tanpa adanya interaksi secara fisik. Artinya, seorang anak tidak bisa merasakan kasih sayang tanpa adanya aktivitas bersama yang terus menerus terjadi. Khususnya bagi seorang ayah, ikatan emosional sangat ditentukan dari kebersamaan dengan anak. 

Berbeda dengan seorang ibu, dengan menyusui ikatan emosional bisa langsung hadir karena ada aktivitas yang melibatkan sentuhan dengan intensitas yang banyak bahkan saat hamil dalam kandungan ikatan ini sudah terbentuk. Sentuhan secara fisik akan berubah menjadi rasa sayang. Nah, saat orangtua terlalu cepat menanam nilai kemandirian ini akan berdampak tidak baik bagi anak. 

Seorang anak yang terlalu cepat diajarkan untuk mandiri akan berkurang rasa emosionalnya dengan orangtua. Akibatnya, anak tidak merasa dekat dengan ayah dan ibu merasa mampu mengerjakan sesuatu sendiri.

Memang ini terlihat baik, tapi sebenarnya tidak. Kecerdasan seseorang itu terbentuk dari dua unsur, fisik dan non fisik. 

Kecerdasan secara intelektual memang muncul dari aktivitas fisik seperti kegiatan yang melibatkan saraf motorik, sedangkan kecerdasan secara emosional itu hadir dari adanya interaksi melalui kedekatan.

Ilustrasi anak belajar didampingi orangtua | sumber: www.yalemedicine.org
Ilustrasi anak belajar didampingi orangtua | sumber: www.yalemedicine.org

Dalam istilah parenting ada istilah bonding. Nah, istilah inilah yang menyebabkan seorang anak bisa mendapatkan kecerdasan emosional. Dua kecerdasan ini haruslah hadir secara seimbang, tidak boleh berat sebelah.

Apa yang terjadi jika seorang anak condong lebih kepada kecerdasan intelektual? Anak yang terlihat pandai secara intelektual akan mudah dijumpai. Umumnya mereka memiliki kemampuan belajar dan mengingat yang baik dan sering mendapat peringkat di sekolah. 

Bagaimana dengan kecerdasan emosional? Ini yang sangat jarang dimiliki dalam diri seorang anak kecuali mereka hidup dalam keluarga yang punya kedekatan emosional atau bonding yang kuat. 

Kecerdasan emosional ini melibatkan perasaan. Seorang anak dengan kecerdasan emosional terlihat dari mudahnya ia berteman dengan orang lain.

Anak-anak yang memiliki nilai kecerdasan emosional bisa dikatakan juga mewarisi kecerdasan intelektual. Mereka selain mudah bergaul dan berbudi baik, sangat mudah berbagi sesama yang lain. Tidak ada yang namanya kompetisi dalam dunia anak dengan kecerdasan emosional yang tinggi.

Berbeda dengan anak-anak yang dibesarkan dengan kecerdasan intelektual yang condong memaknai kecerdasan sebagai sebuah alat berkompetisi, anak-anak yang memiliki kecerdasan emosional akan memaknai kecerdasan sebagai sarana membantu yang lain yang berada dibawah mereka.

Dalam konteks dunia orang dewasa, wujud kecerdasan intelektual akan mudah terlihat dari kepribadian orang-orang yang pandai tapi hanya untuk diri sendiri. Mereka tidak memiliki kemampuan memakai ilmu yang ada di kepala sebagai sumber memberi manfaat bagi yang lain. 

Penjelmaan anak dengan kecerdasan intelektual yang baik disertai kecerdasan emosional akan kita jumpai dari wujud orang dewasa yang punya rasa empati tinggi dan suka membantu. Ilmu mereka memberi banyak bekas bagi orang banyak baik secara fisik ataupun non-fisik.

Kecerdasaan intelektual tanpa disertai kecerdasan emosional ibarat sebuah robot. Memang secara fisik robot itu bisa melakukan apapun sesuai yang diprogram, tapi perlu diingat sebaik dan secerdas apapun robot didesain, mereka tidak akan pernah mewarisi rasa empati dari nilai kasih sayang.

Wahai orangtua yang baik, warisi anak-anak dengan kecerdasan emosional yang baik. Jangan biarkan mereka mandiri terlalu cepat dan kehilangan kedekatan bersamamu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun